TAREKAT QADIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH (TQN) DAN MUHAMMADIYAH: SATU TUHAN SERIBU JALAN

TAREKAT QADIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH (TQN) DAN MUHAMMADIYAH: SATU TUHAN SERIBU JALAN

Oleh: Sunardi*)

Alwi Shihab, mantan Menteri Luar Negeri era Gus Dur, dalam disertasinya,  mengulas tentang andilnya gerakan Muhammadiyah dalam membendung gerakan Kristenisasi di Indonesia.  Dalam desertasi tersebut, beliau (Alwi Shihab) mengutip catatan George Makdisi, peneliti dari Barat yang menyatakan bahwa Kyai Dahlan, salah seorang founding father/pendiri Muhammadiyah adalah pengikut tarekat Qadiriyah. (George Makdisi dalam Ibnu Thaimiyah: A sufi of the Qadiriya Order)

Hal ini tak mengherankan karena nama kecil Kyai Dahlan (sebelum berganti nama menjadi Ahmad Dahlan sebelum pergi haji  dan belajar ke Mekkah) adalah Mohammad Darwisy. Darwisy adalah sebutan bagi anggota tarekat, seorang salik, orang yang menempuh jalan ‘sunyi’  menuju Tuhan.

Mengapa saya kutip ini, agar publik tahu bahwa Muhammadiyah sebenarnya tidak anti tarekat sebagai yang disangkakan publik selama ini. Meski tidak mengambil tarekat sebagai jalan menempuh pensucian diri, seperti dituturkan Prof. Syafiq Mughni, Ketua PP Muhammadiyah dalam kesempatan Pengajian PP Muhammadiyah 2 tahun silam.

Menurut Ayat Dimyati, Ketua PW Muhammadiyah Jawa Barat menganalogikan hubungan antara Islam dan Muhammadiyah identik dengan hubungan tasawuf dan tarekat. Islam adalah tasawuf, tarekat adalah organisasinya, sebagaimana Muhammadiyah, yang merupakan sebuah organisasi/lembaga. Muhammadiyah melalui Munas Tarjih di Padang sekira tahun 2005 setuju dengan pendekatan irfani, sebuah pendekatan sufistik dalam memutuskan perkara-perkara baru yang muncul  yang tidak ada pada zaman Nabi saw, di samping pendekatan lain yakni pendekatan/paradigma bayani (penjelasan Quran dan Sunah, ilmu-ilmi kewahyuan) dan paradigma burhani (ilmu-ilmu non kewahyuan seperti antropologi, sosiologi, sains, kedokteran psikologi dan lain-lain)

Tasawuf sebagai perjalanan atau hijrah rohaniah seseorang dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah yang melalui tahapan-tahapan tertentu di antaranya adalah tahapan olah rohani, pembersihan jiwa dan mengisinya dengan cahaya-cahaya Ilahi.  Tahapan semacam ini tentu saja tidak mudah untuk dilakukan sebab dibutuhkan orang yang memiliki kemampuan dan tempat yang representatif untuk melakukannya. Salah satunya adalah lembaga/organisasi olah batin atau yang dikenal dengan ‘tarekat’, karena lembaga tersebut bisa memberi banyak harapan bagi yang diinginkan manusia/orang.

Manusia dalam alam modern ini dihadapkan pada materi keduniaan yang akan selalu mereka kejar sebanyak mungkin . Manusia tidak akan merasa puas dengan materi yang telah dimilikinya. Maka dengan sendirinya manusia akan selalu berusaha mengejarnya untuk mendapat kepuasan yang lebih besar. Namun karena sifat materi hanya sementara, maka lama kelamaan mereka akan menemukan kejenuhan, kekeringan, kegersangan sehingga mereka akan mencoba mencari solusi guna memperoleh ketentraman jiwa, kepuasan abadi, dan ketenangan batin, yaitu dengan cara masuk dan berkecimpung di dunia sufisme (tarekat).

Karenanya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sufisme telah memberi sumbangan yang sangat besar bagi kehidupan spiritual dan intelektual Islam. Pengaruh sufisme tidak terbatas pada golongan elit keagamaan tetapi juga telah menjangkau seluruh lapisan masyarakat dari yang paling atas sampai yang paling bawah. Ia telah memengaruhi kehidupan estetik, sastra, filsafat dan pandangan hidup.

Namun demikian dalam perjalanan sejarahnya, tasawuf/tarekat tidak luput dari kecurigaan  dan kecaman yang keras dari golongan Islam ortodoks. Konflik yang timbul antara golongan yang pro dengan golongan yang kontra terhadap tasawuf digambarkan oleh Kautsar Azhari Noer sebagai konflik antara ahli tasawuf dan ahli fiqih, konflik antara ahli hakikat dan ahli syariat, konflik antara penganut ajaran esoteris (batiniah) dengan penganut ajaran eksoterik (zhahiriah). Konflik semakin meruncing sejak mnculnya paham ittihad Abu Yazid Al-Bustami  dan paham hulul Abu Mansur Al-Hallaj.  Kedua ajaran tersebut dikecam oleh golongan Islam ortodoks karena dianggap bertentangan dengan ajaran tauhid seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadits.

Namun di kalangan ahlussunnah wal jamaah dikenal adagium berikut:

                من تفقه  و لم يتصوف  ففسق      و من تصوف و لم يتفقه فتزندق   

 و من تصوف و تفقه فتحق

   “Siapa yang berfiqih (memahami agama) dan tidak bertasawuf  (tidak mempraktekkan agama, ia seorang fasik, pendosa.  (man tafaqqaha wa lam yatashawwaf fa fasaqa). 
Siapa yang bertasawuf (mempraktekkan) dan tidak berfiqih (tidak dilandasi pemahaman agama), ia seorang zindiq (sesat atau keliru). (man tashawwafa wa lam yatafaqqah, fa tazandaq).

Siapa yang berfiqih dan bertasawuf (memahami sekaligus mempraktekkannya, ia seorang yang benar (man tashawwafa wa tafaqqah,fa tahaqqo)”.

Agaknya sejarah telah membuktikan bahwa sufisme atau tarekat memiliki peranan yang sangat besar bagi kehidupan spiritual masyarakat. Tarekat tidak hanya berfungsi sebagai lembaga keagamaan tetapi juga memainkan peranan utama dalam mengusir kolonialisme.

Di Indonesia misalnya melalui gerakan politik yang dimainkan oleh para pimpinan tarekat (sufi), tarekat telah memainkan peran utama dalam membebaskan NKRI dari penjajahan. Bahkan gerakan anti penjajah tersebut akhirnya menjadi doktrin ajaran tarekat.

Namun setelah kolonialisme diusir dari NKRI, apakah kemudian berakhir pekerjaan para sufi itu? Ternyata tidak. Masih ada ‘PR’ besar yakni bagaimana mereka dan masyarakat terbebas dari penjajahan hawa nafsu, keinginan-keinginan rendah. Konflik yang meruncing antara TQN (dengan menamakan Yayasan al-Magfurlah di Klayan) sebagai fenomena belakangan ini di Cirebon antara masyarakat setempat dengan para penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang berujung diusirnya mereka dan pengosongan aset mereka karena dituduh sebagai aliran zindiq, sesat  menurut kelompok/golongan yang tidak sejalan dengan para penganut TQN.

Yayasan al-Magfurlah yang telah berdiri  dan berkembang selama 6 tahun di Klayan dengan menganut ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang menurut hemat penulis saat wawancara  dengan penduduk setempat yang setuju dengan kehadiran yayasan tersebut  mereka telah berjasa membuka jalan kebaikan di antaranya babad alas (membuka hutan) sehingga terdapat jalan penghubung bagi masyarakat setempat ke lokasi lain dan jujur bahwa dalam tempo 6 tahun mereka mampu mengembangkan kepemilikan aset yang luas dan luar biasa dengan menarik dan menggali dana dari donator dan masyarakat luar. Diketahui pula, mursyid, sang guru tarekat tersebut secara keilmuan merupakan murid Syekh Tolhah (Syekh Abdul Muthalib ibnu Thalabudin Kalisapu, yang makamnya berada tidak jauh dari sekitar wilayah Gunung Jati.

Menurut sumber yang bisa dipercaya, TQN dengan nama Yayasan Al-Magfurlah tersebut sesungguhnya ketika difatwakan oleh Kyai Munawir Losari (Komisi Fatwa MUI Kabupaten Cirebon) yang meninggal sebelum terjadi konflik yang berujung pengusiran para penganut TQN itu menurutnya tidaklah sesat dan menolerir keberadaan TQN dan  merupakan tarekat mu’tabaroh (tarekat yang dikenal atau diakui) di kalangan NU. Silsilahnya ke atas bersambung sampai ke Nabi saw. Karena sesungguhnya Nabi saw seorang  kaya yang saat melamar Khadijah ber’mahar’kan 100 ekor unta, namun beliau hidup zuhud, sederhana dan jauh dari kesan mewah. Semua tarekat merujuk kepada perilaku kehidupan Nabi saw yang dibuktikan secara nyata oleh seorang mursyid, guru tarekat. Menjalankan perkara-perkara wajib dan sunah serta sangat menekankan aspek akhlak, budi pekerti. Jika TQN dianggap sesat, mengapa orang yang keluar dari Yayasan tersebut kemudian berubah menjadi tidak normatif, seperti meninggalkan salat wajib sebagai fakta yang ditemukan penulis?

Tragedi yang dialami TQN sesungguhnya tak akan terjadi jika masyarakat menghindari apriori, prasangka buruk dan mengedepankan fakta. Dialog, adalah jalan terbaik. Kecaman, pengusiran hanya akan menambah daftar panjang penderitaan umat Islam dan memperburuk citra Islam sebagai agama damai dan santun.

Jika Allah swt berfirman,”Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”(QS. Al-Hujurat:10), ayat ini mengisyaratkan bahwa meski sudah sama-sama beriman namun ada saja kemungkinan berselisih. Damai, ishlah adalah upaya terbaik antara pihak-pihak yang bertikai.

Memang menurut Syafii Maarif, mantan Ketua PP Muhammadiyah kita perlu mewaspadai sikap-sikap anarkis, menghakimi kelompok lain dengan cara-cara yang kurang santun. ‘Preman-preman berjubah’ akan selalu muncul di masyarakat jika tak ada ketegasan aparat dalam menyelesaikan konflik keagamaan. Sikap pembiaran dari aparat, hal yang harus dikontrol oleh segenap masyarakat.

Pada akhirnya, kita perlu menghargai pandangan Gus Dur, bahwa kita  perlu menampilkan Islam yang ramah, dan bukan Islam yang marah. Menurut Gus Dur kelompok-kelompok yang dipandang keliru seperti kejawen misalnya, tidak perlu dibrantas namun dimomong (dibimbing).

Kita tidak perlu mengecam orang yang berada dalam kegelapan, lebih baik kita nyalakan pelita bagi  orang yang berada di dalam kegelapan. Prinsip kebhinekaan perlu dimaknai dan dijiwai secara luas oleh segenap anak bangsa. Jangan sampai kebhinekaan meninggalkan luka. Sebab jika begitu semboyan kita akan berubah menjadi bhinneka tinggal luka, bukan bhineka tunggal ika lagi.

Sebagaimana pepatah bilang “banyak jalan menuju Roma”, demikian pula dengan agama, “banyak jalan menuju Tuhan”. “Satu Tuhan Seribu Jalan”. Karenanya kita perlu menyiapkan spritualitas/sikap mental seperti diungkapkan seorang sufi besar, Syekh Ibnu Arabi,”Hatiku siap menerima segala bentuk”. Wallahu a’lam bissawab.

Cirebon, 20 Maret 2014

Tulisan pernah dimuat di bulletin Sang Pencerah terbitan Majlis Pustaka dan Litbang Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Cirebon, edisi No.92/II/03/2014 dan mengalami sedikit revisi dan penambahan.

*) Ketua Pemuda Muhammadiyah Kota Ciron periode 2002-2006. Kini menjadi salah satu pembina PELITA.

Comments Closed

Comments are closed. You will not be able to post a comment in this post.