Sidharta Gautama

Sidharta  Gautama

Oleh: Risma Dwi Fani*

Di belahan India utara, angin semilir berhembus pelan. Rindang pepohonan berdiri tegak-menjulang. Si sebuah taman; sebuah tempat yang menjadi saksi napak tilas kelahiran sosok Manusia yang kelak di kemudian hari membawa pengaruh besar ajaran kemuliaan dan kemanusiaan di seantero penjuru bumi: Sidharta Gautama. Taman itu bernama Lumbini. Betapapun, letaknya terhimpit di pertengahan kota Kapilavasthu dan kota Devadaha, tak mengikis keasriannya yang hingga kini bernama Nepal. Penanda alam, atau bahasa alam yang mengabarkan bahwa kelahiran pangeran Siddharta bumi bergetar, pohon-pohon Sala berbunga, semua binatang di Taman Lumbini bersukaria, dan dewa-dewa diangkasa pun berkumpul menyebarkan bunga-bunga yang semerbak baunya. Selain itu pangeran Siddahrta pun ketika dilahirkan dapat berjalan sejauh tujuh langkah diatas tujuh kuntum bunga teratai.

Sidharta terlahir dari rahim Ibu bernama Ratu Mayadewi atau dikenal dengan Ratu Mahamaya dan ayahnya bernama Raja Suddhodana. Dimana Raja Suddhodana ini merupakan seorang putra raja dari suku Sakya.Beliau memerintah di kota Kapilavasthu yang merupakan ibu kota kerajaan Sakya. Ketika pangeran Siddharta yang telah dilahirkan itu sampai di Istana Raja Suddhodana, seorang petapa sakti dari pegunungan Himalaya bernama Asita Kaladewala berkunjung. Lalu, ketika Pertapa Asita melihat pangeran Siddharta, ia langsung bersujud tiga kali yang kemudian diikuti oleh Raja Suddhodana. Setelah itu, pertapa Asita malah tertawa lantaran ia merasa bahagia melihat pangeran Siddharta yang memiliki 32 tanda dari seorang Mahapurisa (‘Orang Besar’). Setelah tertawa lalu ia menangis karena mengingat usianya yang sudah lanjut sehingga ia tak dapat menerima Ajaran Mulia yang akan disebarkan oleh sang pangeran kelak.

Pertapa Asita kemudian meramalkan bahwa pangeran Siddharta akan menjadi seorang Buddha. Dengan arti Buddha sendiri ialah orang yang telah mencapai penerangan sempurna karena batinnya telah suci sempurna.Kemudian, ketika pengeran Siddharta berusia lima hari, raja Suddhodana mengundang 108 orang Brahmana untuk memberikan nama kepada pangeran. Diantara para undangan tersebut terdapat 8 orang yang pandai meramal, salah satunya ialah Kondanna yang merupakan Brahmana paling muda diantara ketujuh Brahmana yang pandai meramal tersebut.Dengan isi ramalan dari tujuh brahmana ialah bahwa pangeran kelak akan menjadi seorang Raja Besar (Cakkavati). Namun, jika pangeran meninggalkan kehidupan rumah Tangga dan menempuh kehidupan yang suci maka ia akan menjadi Buddha. Berbeda dengan ketujuh Brahmana tersebut, Brahmana Kondanna meramalkan kepastian bahwa pangeran Siddharta kelak akan menjadi seorang Buddha.

Ketika pangeran Siddharta berumur 7 hari, ibunya meninggal.Setelah ibunya meninggal kemudian pengeran Siddharta dirawat oleh bibinya yang bernama Prajapati Gotami.Setelah mendengar ramalan yang dibicarakan oleh kedelapan Brahmana, Raja Suddhodana memiliki keinginan kuat untuk menjadikan pangeran Siddharta seorang raja.Usaha yang dilakukan pun beragam dari mulai mendirikan tiga buah istana untuk pangeran Siddharta, lalu diberikan pendidikan sebagai seorang calon Raja.Sampai usaha menikahkan putranya tersebut agar pangeran siddharta menjadi seorang raja. Lalu, benar saja pada usia 16 tahun, pangeran siddharta dinikahkan dengan seorang putri yang cantik bernama Yasodhara. Dengan ibunya bernama Ratu Pamita dan ayahnya bernama Suppabuddha.

Pangeran Siddharta melihat empat peristiwa yang disebut Deva-dutta ketika beliau berkeliling kota Kapilavasthu. Pertama, seorang tua renta (jinna).kedua, seorang yang sedang sakit parah (Byadhita). Ketiga, jenazah yang diusung oleh orang-orang (Kalakata).Dan keempat ialah seorang peetapa berjubah kuning yang sangat anggun wajahnya (Pabbajita).Dan ketika melihat peristiwa tersebut, pangeran Siddharta mengerti bahwa kehidupan manusia sesungguhnya tidak kekal (anicca) dan penuh dengan ketidakpuasan (dukkha).Selanjutnya, beliau bertekad untuk mencari jalan agar manusia dapat terbebas dari penderitaan (dukkha).Beliau kemudian mengorbankan pangkat dan kemewahannya, meninggalkan anak istrinya dan menempuh kehidupan suci sebagai seorang pertapa. Kira-kira pada usia 29 tahun beliau mulai menempuh jalan tersebut setelah kelahiran Rahula anaknya dari putri Yasodhara.

Ia menempuh jalan suci dengan belajar pada pertama Alara Kalama lalu pada pertapa Uddaka Ramaputta. Pertapa Gotama mempelajari semua ilmu tersebut dalam waktu singkat.Namun, pertama Gotama mulai sadar bahwa pencapaiannya itu tidak sesuai dengan cita-citanya yakni membebaskan manusia dari penderitaan sesungguhnya.Setelah menyadari hal tersebut, kemudian beliau meninggalkan kedua gurunya lalu melakukan tapa yang keras (menyikasa diri) di hutan Uruwela. Dengan ditemani oleh lima pertapa (Panca Vaggiya) yakni Kondanna, Bhaddiya, Vappa, Mahanama dan Asajji. Namun,cara menyiksa diri ini tidak berhasil bahkan hampir saja beliau meninggal dunia.

Pertapa gotama yang insyaf bahwa cara hidup tersebut tidak dapat membebaskan manusia dari dukkha. Kemudian beliau mencari jalan lain yakni dengan makan satu kali sehari sebelum pukul 12 tengah hari. Dan cara hidup ini disebut dengan Majjhima Patipada, yang artinya jalan tengah untuk menghindari dua hal ekstrim dalam kehidupan. Yaitu cara hidup berfoya-foya dan cara hidup yang menyiksa diri (tapa yang keras).

Katika pertpa Gotama berusia 35 tahun tepatnya ketika purnama siddhi di bulan vesakha (wesak), beliau mencapai Penerangan Agung di bawah pohon Bodhi di hutan Gaya.Setelah mencapai penerangan agung, Buddha Gotama memiliki kemampuan yakni: pertama, Pubbenivassanussati-nana, yaitu kemampuan luhur untuk mengingat kembali kehidupannya yang lampau. Kedua, Cutupapata-nana, yaitu kemampuan luhur untuk mengetahui kelahiran dan kematian makhluk-makhluk hidup.Ketiga, Asavakkaya-nana, yaitu kemampuan luhur untuk dapat menghancurkan semua kotoran batin (kilesa).

Setelah mendapat penerangan Agung tersebut ada dua orang saudagar bernama Tapussa dan Bhalikka yang memberikan dana makanan pada Buddha Gotama. Setelah itu, dua saudagar ini memohon pada sang Buddha untuk menerima mereka sebagai pengikutnya dan kemudian mereka menjadi upasaka-upasaka pertama yang berlindung kepada Buddha dan Dhamma. Untuk penyebaran ajarannya ini kemudian beliau pergi ke Taman Rusa Isipatana di kota Benares, untuk membabarkan Dhamma kepada 5 orang pertapa yang menemaninya dulu di hutan Uruwela. Awalnya kelima pertapa ini tidak percaya dengan pencapaian sang Buddha.namun, setelah mendapat penjelasan mereka kemudian menerima ajaran dari sang Buddha. Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha Gotama ini dikenal dengan khotbah Pemutaran Roda Dhamma (Dhamma Cakka Pavattana Sutta) yang dibabarkan tepat ketika purnama sidi di bulan Asalha (Asadha).Setelah mendengar khotbah tersebut kemudia pertapa kondanna mencapai tingkat kesucian Sotapanna, yang dua hari kemudian disusul oleh Vappa dan Bhaddiya. Selanjutnya Mahanama dan Asijji juga mencapai tingkat kesucian Sotapanna. Setelah itu mereka menjadi siswa sang Buddha dan hidup sebagai Bhikkhu.

Khotbah selanjutnya yang diberikan oleh Sang Buddha ialah tentang Anattalakkhana Sutta. Dengan khotbah ini mereka kemudian mencapai tingkat kesucian tertinggi yaitu Arahat. Setelah kelima pertapa ini, ada seorang putra hartawan dari kota Beneres yaitu Yasa yang menjadi murid Buddha Gotama. Kemudian ibunda yasa merupakan Upasika (pengikut perempuan) pertama yang menyatakan berlindung kepada Tri Ratna (tiga permata) yakni Buddha, Dhamma, dan Sangha.Dan selanjutnya ialah Ayah Yasa yang menjadi upasaka pertama yang berlindung kepada Tri Ratna. Ketika Tapussa dan Balikka menjadi pengikut Buddha, Sangha belum terbentuk jadi Tri Ratna beum utuh.Sangha ini terbentuk ketika kelima pertapa menjadi bhikku.

Setelah Yasa menjadi murid Buddha kemudian disusul oleh keempat orang sahabt Yasa yakni Vimala, Subahu, Punnajji dan Gavampati. Setelah penerimaan keempat sahabat Yasa ini pula kemudian masing-masing dari mereka diikuti oleh 10 orang temannya yang juga menghadap Sang Buddha untuk menjadi muridnya. Dalam penerimaan muridnya menjadi anggota Sangha, Buddha mengucapkan “Ehi bhikkhu!” yang artinya “marilah, bhikkhu”. Dan kemudian cara ini diberi nama Ehi bhikkhu upasampada. Murid Sang Buddha yang telah mencapai tingkat Arahat di bawah pimpinan Sang Buddha telah berjumlah 60 orang. Dengan demikian misi penyebaran Dhamma dimulai.dengan pesannya yaitu: Sang Buddha bersabda “ O para bhikkhu, aku dan engkau sekalian telah terbebas dari segala ikatan, baik yang bersifat lahir maupun batin. Kini tiba saatnya engkau harus mengembara demi kesejahteraan dan keselamatan manusia”.Dengan itu, 45 tahun sudah Sang Buddha menyebarkan Dhamma, bukan hanya pada manusia tapi juga pada dewa, sehingga beliau disebut ‘Sattha Deva’.

Ketika Sang Buddha memasuki kota Kapilavastu untuk menjumapai raja Suddhodana, beliau menunjukan keajaiban kembar (iddhi). Hal ini dilakukan untuk meyakinkan kepada ayahnya bahwa putranya tersebut telah mencapai tingkat Buddha. Setelah itu, ia mengunjungi Rahula putranya, ketika itu masih berusia 7 tahun. Dan ketika itu pula Rahula diterima menjadi samanera pertama.Dengan demikian tugas-tugas yang telah dilaksanakan oleh Sang Buddha, yakni Buddhattha – cariya (tugas sebagai Buddha), Natattha – cariya (tugas untuk sanak keluarga), Lokattha – cariya (tugas untuk dunia) telah usai.

Pada saat purnama Siddhi di bulan Vesakha di Kusinara, dibawah naungan 2 pohon Sala, Sang Buddha Parinibbana ketika berusia 80 tahun.Tujuh hari setelah Sang Buddha Parinibbana, jenazahnya baru diperabukan. dan pesan terkahir Sang Buddha untuk diingat ialah “Vayo Dhamma sankhara, sabbe sankhara anicca, appamadena sampadetha”. Yang artinya “ semua yang terbentuk adalah tidak kekal dan dalam keadaan berubah. Berjuanglah dengan sungguh-sungguh agar tercapai cita-cita”.

Sumber Rujukan:
1. Naskah Agama Budha Vihara Dewi Welas Asih Cirebon
2. Wawancara dengan Bapak Surya Pranata (Tokoh Agama Budha dan Pembina PELITA)

*Penulis adalah Anggota Departemen Program Riset dan Kajian Ilmiah Pemuda Lintas Iman Cirebon (PELITA), bergiat di CSPC (Center of Study Philosophy and Culture) IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Comments Closed

Comments are closed. You will not be able to post a comment in this post.