Selawat dari Kelenteng Talang

Selawat dari Kelenteng Talang

KOMPAS, Kamis, 24 Juli 2014.

Sore menjelang. Lantunan selawat terdengar di dalam kompleks kelenteng Talang di Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (2/7). Saat itu, rumah ibadah penganut Khonghucu yang telah berumur tujuh abad tersebut, lebih meriah dari biasanya.

Selawat itu membuka acara buka puasa bersama yang digelar Pemuda Lintas Iman (Pelita) Cirebon di Kelenteng Talang. Sebelum acara buka Puasa bersama, Sinta Nuriah Wahid, Istri KH. Abdurrahman Wahid, presiden ke empat RI, berdialog dengan hadirin dari lintas keyakinan.

“Apa sih yang diajarkan oleh puasa itu,” ujar sinta membuka dialog. Lama tak terdengar jawaban, seorang ibu malu-malu mengemukakan pendapatnya. Kata dia, puasa itu mengajarkan untuk menahan diri. Ibu sintapun tersenyum untuk menanggapinya.

Sejumlah tokoh agama dan perwakilan dari bermacam kumunitas di Cirebon menyimak dialog tersebut. Ada pastor, pendeta, pemuka agama Budha, pemuka Agama Hindu, pemuka Konghucu, perwakilan Ahmadiyah, dan perwakilan Syiah.

Mereka semua hadir untuk menyemarakkan buka puasa bersama di Kelenteng itu. Suasana damai, jauh dari hiruk-pikuk suasana pemilu presiden, yang tak jarang mengorbankan panas hati lantaran segala macam perbedaan yang ditajamkan, termasuk soal isu Agama.

Buka puasa bersama di Kelenteng Talang Itu menjadi Bagian dari rangkaian buka puasa bersama antar-pemeluk keyakinan di Cirebon. Adalah Pelita Cirebon yang mengorganisasikanya.

Menurut Ketua Umum Pelita Cirebon Devida, sejak berdiri pada 28 Oktiber 2011, Pelita Cirebon Rutin menyelengarakan buka puasa bersama di 21 tempat. Selain kelenteng, ada gereja, pura, dan pesantren.

“lokasinya bisa dimana saja sebab yang terpenting adalah pertemuanya.  Kami diskusi ringan-ringan saja untuk makin memahami satu sama lain. Kadang kala juga dengan tema tertentu,” kata Devida.

Peita dideklarasikan tepat pada hari sumpah pemuda, 28 Oktober 2011. Perkumpulan ini merupakan anak dari Forum tokoh lintas iman Cirebon yang disebut Forum Sabtuan.

Gagasan pendirian pelita berawal dari keprihatinan terhadap semakin banyak aksi intoleransi di Cirebon. Padahal, selama ratusan Tahun. Cirebon tumbuh damai sebagai kota dengan beragam budaya dan agama, Sunan Gunung Jati yang menyebarkan syiar Islam di Cirebon juga mengajarkan welas asih dan saling pengertian.

Pengurus pelita, FX Mokalo (32) mengisahkan, salah satu kegiatan Pelita paling Awal pada 2012 lalu adalah membantu pelaksanaan pasar Murah Grasia yang digelar salah satu gereja di cirebon. Saat itu, salah satu organisasi masyarakat mengancam akan membubarkanya.

“teman-teman muslim dari Pelita sempat lama berdiskusi dengan mereka sehingga pasar murah tetap dapat berlangsung” kata mokalo, yang juga tergabung dalam orang muda katolik tersebut.

Aksi Intoleransi lain di Cirebon adalah serangan terhadap kumunitas minoritas dan aksi bom bunuh diri di masjid Polres Kota Cirebon, 15 April 2011.

Wakil ketua Pelita YB Sugianto (28) mengatakan, aksi intoleransi di Cirebon sebenarnya baru terjadi akhir-akhir ini saja. Itu pun hanya dilakukan sekelompok kecil organisasi masyarakat “setelah ditelusuri anggota kelompok itu ternyata dari luar cirebon,” kata Sugi.

Pelita Cirebon Juga merangkul kumunitas minoritas yang rentan mengalami ancaman penolakan. Salah satu program yang telah digelar untuk menjalin kumunikasi adalah diskusi antar berbagai kelompok masyarakat.

I Made Astawa Putra (35) dari Pemuda Hindu Cirebon mengatakan, komintas lintas Agama membuat kelompok minoritas merasa menjadi bagian dari kehidupan bersama di Cirebon. “sebagai minoritas, saat kami diajak ikut serta dalam Pelita, kami merasa dianggap, ujar guru di salah satu sekolah  swasta di Cirebon ini.

Pengajar bidang Studi agama-agama di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah AL-Biruni, Cirebon, Agus Muhaimin, mengatakan, semangat toleransi perlu disebarkan ke seluruh Negri.

“Hanya orang-orang yang tak mendalami ajaran agamanyalah yang melakukan kekerasan dan menebarkan kebencian terhadap umat lain. Begitu juga dalam semangat kebangsaan, kerjasama antar umat adalah kunci,” kata Agus.

(RINI KUSTIASIH/IRENE SARWINDANINGRUM)

Comments Closed

Comments are closed. You will not be able to post a comment in this post.