Saat Pembukaan Muktamar NU ke-33 berlangsung di Alun-alun Jombang, Sabtu (18), puluhan aktifis dan tokoh lintas agama berkumpul, Mereka menggelar silaturahmi dan dialog kultural di deNala Foodcourt, 500m dari arena pembukaan. Acara refleksi kebangsaaan ini mengambil tema “Meneguhkan Indonesia Sebagai Rumah Bersama. Menurut Aan Anshori, kordinator acara, kegiatan dipicu oleh keprihatinan atas situasi intoleransi yang terus marak di Indonesia.
Berbagai praktek kekerasan berbasis agama dan keyakinan menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah. “Kami mendukung Muktamar NU kali ini memberi perhatian khusus pada persoalan intoleransi” tutur KH. Husein Muhammad, cendekiawan NU yang juga pengasuh Pesantren Darut Tauhid Cirebon ini. Hal senada juga disampaikan Nia Sjarifudin ketua Aliansi Bhinneka Tunggal Ika. Menurutnya, NU selama ini dikenal sebagai organisasi masyarakat sipil Islam moderat.
Kesungguhannya ini dipertegas dalam Muktamar kali ini melalui jargon Islam Nusantara. Harapan besar terhadap NU juga disampaikan oleh Bhikkhu Wirya dari Mahavihara Buddha Trowulan.Dia mengharapkan NU mampu merumuskan rekomendasi konkrit agar kesatuan dan persatuan bangsa ini tetap terjaga.
Selama ini praktek intoleransi kerap menimpa kelompok minoritas. Pengusiran, pelarangan ibadah, pengrusakan dan diskriminasi kerap diterima, salah satunya oleh Ahmadiyyah dan kelompok Penghayat/Kepercayaan. Saeful Ulun yang berbicara mewakili Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (JAI) mengungkapkan ratusan anggotanya masih hidup di pengungsian Transito selama 9 tahun hingga sekarang.
“Negara sudah seharusnya tidak mengkhianati konstitusinya” ujar Dian Jennie dari kelompok Sapto Darmo. Acara juga dihadiri Romo Timotheus Siga dari Paroki Jombang, Pendeta Simon Filatropa dari GKI Jawa Timur serta perwakilan kelompok Tionghoa. Sebagai penutup acara, peserta konsolidasi jaringan lintas iman ini menyanyikan lagu Indonesia Raya. (*)
(Jaringan SobatKBB Nasional)
Comments Closed