
Sebagai refleksi atas apa yang terjadi sepanjang tahun 2014, di penghujung tahun, Rabu (31/12) Fahmina bekerjasama dengan Radar Cirebon TV (RCTV ) menyelenggarakan talk show dalam program ‘Solusi Publik’ dengan tema ‘Dialog Lintas Generasi; Membaca Potensi Membangun Damai di Cirebon’.
Program tersebut diisi dengan dialog antar 3 narasumber, Marzuki Wahid dari Yayasan Fahmina, Devida sebagai Ketua Umum Pelita, dan Missi sebagai aktivis Pelita. Kegiatan ini dilaksanakan juga bertujuan untuk dapat melihat potensi apa yang akan terjadi di tahun 2015, baik dilihat melalui segi konflik maupun upaya damai, terutama dalam toleransi dan kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Marzuki Wahid menjelaskan, bahwa di tahun 2014, konflik yang timbul atas nama agama menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Walau, lanjutnya kedepan tetap harus berhati-hati dengan akar konflik yang masih belum terselesaikan.
“Tahun 2014, konflik atas nama agama relatif menurun di tingkat lokal Cirebon maupun ditingkat nasional Indonesia. Tetapi itu tidak menandakan bahwa kedepan tidak akan ada konflik, karena akar masalah masih belum dapat diselesaikan, baik yang akan menimbukan konflik antar agama, begitu juga inter agama” jelas Marzuki Wahid.
Menurut Devida, salah satu akar konflik atas nama agama adalah UU N0.1/PNPS/1965 yang membatasi hanya 6 agama di Indonesia. Hal ini pun berimbas kepada para penganutnya, dan kaum muda yang tidak mendapatkan haknya sebagai warga negara, seperti tidak dapat mengurus administrasi pernikahan, dan dianggap tidak memiliki ayah.
“Kalau hanya mengakui 6 agama, lantas bagaimana dengan agama lain serta berbagai kepercayaan leluhur asli Indonesia yang tidak tercantum dalam UU N0.1/PNPS/1965. Imbasnya kepada para penganut agama dan kepercayaan tersebut, terutama para pemuda sebagai generasi masa depan,” timpal Devida.
Akar konflik selanjutnya seperti kenakalan remaja, Missi berpendapat bahwa hal tersebut dikarenakan terbatasnya ruang ekspresi bagi para kaum muda. Karena pembangunan pemerintah yang tidak fokus untuk memperhatikan hal tersebut, selain dari pengaruh keluarga, sekolah dan lingkungan.
“Dalam melihat kenakalan remaja kita perlu melihat apa sebab dari munculnya tingkah tersebut, bisa saja karena pengaruh keluarga sendiri, sekolah dan lingkungan. Pemerintah juga berperan untuk membuka ruang ekspresi bagi pemuda, karena saat ini ruang tersebut masih terbatas,” tutur Missi.
Salah satu audiens, Rosidin dari Yayasan Fahmina juga berpendapat dalam melihat keadaan konflik ataupun damai sekalipun, kita harus tetap melihat apa yang ada dibalik semua itu.
“Kita jangan geger mendengar konflik ataupun diam saat damai, apa sebetulnya dibalik semua itu. Bisa saja damai karena dipaksakan, ditekan seperti suatu rezim terdahulu. Konflikpun apa yang membuat hal itu terjadi?” tambahnya.
(By: Redaksi)
Comments Closed