
Wajah berseri terpancar pada Ibu Santa, saat ia bercengkerama dengan 4 orang santri sembari kedua tangannya memegang satu batang biji pohon berjenis kelengkeng. Mimik bicaranya pelan, tentu agar pesan yang ia ajarkan tersampaikan.
Menanam adalah bentuk kasih sayang. Ia mengajarkan pada anak-anak santri itu. Ibu Santa ialah satu dari pendeta yang datang bersama rombongan lainnya dalam gerakan penanaman pohon di sebuah desa, yang konon memiliki sejarah panjang aspek keislaman pesantren yang berukat-akar pada tradisi Nahdilyin di Cirebon.
Desa itu bernama Babakan.
***
Adalah PGIS Cirebon (Persatuan Gereja Indonesia Setempat) yang berkunjung ke Pesantren Babakan pada Sabtu (09/04). Rombongan terdiri 20 orang yang tergabung dalam perwakilan dan jaringan gereja-gereja di Cirebon itu melakukan kunjungan dalam rangka menjalin persaudaraan. Mereka tiba pada pukul 08.30 WIB, kemudian langsung disambut oleh masyayikh dan pemuda setempat yang bernama komunitas MB2 (Melek Bengi-Bengi). Kunjungan tersebut dibarengi pula dengan program penanaman bibit 300 pohon.
Di awal-awal terlebih dahulu ada sesi dialog yang berjalan dengan santai. Di bilik ruangan pada ruangan tamu milik Pesantren As-Salafay, Dr. Arwani Syaeroji memulai awal perbincangan. Ia adalah salah satu dari Kyia Pesantren Babakan yang kini menjadi pengasuh para santri di pondoknya. Nada bicaranya terukur, sebagaimana ia mengawalinya dengan salam dan perkenalan, “Saya bersyukur telah dikunjungi oleh tamu-tamu dari Kristiani. Harapannya kami akan berkunjung balik, melakukan kerjasama yang lebih kuat dan berkesinambungan.” Pungkasnya.
Pesantren Babakan sendiri terletak di Desa Babakan Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon. Terdapat sekitar 40 asrama yang tersebar di seluruh titik desa, dan menjadi tempat belajar santri yang datang dari seluruh penjuru Nusantara. Santri-santri itu (red: pelajar) yang berjumlah sekurang-lebihnya 7000-an itu mempelajari keilmuan Islam yang memiliki pola semi-modern, sebuah perpaduan antara sistem pelajaran yang tradisional dan modern. Kini, perjalanan Pesantren Babakan telah menapaki usia 3 abad.
Dr. Arwani Syaeroji menjelaskan perihal sejarah dan genealogi keilmuan pesantren Babakan. Seperti diungkapkan, awal mulanya dari Ki Jatira. Ia adalah sosok ulama yang menentang dan melakukan perlawan terhadap penjajahan Belanda. Di masa-masa itu, kekuatan masa para santri dimobilisasi untuk mengadakan perlawanan–yang kemudian waktu dikenal dengan sebutan “Perang Kedongdong”. Itu terjadi seputar kurun waktu 1800-1900-an. “Anak-cucu temurunnya lah yang kini menjadi penurus perjuangan itu, dari 40-an pesantren, kesemuanya masih ada ikatan darah,” Lanjutnya.
Wawasan akan pengetahun sejarah pesantren Babakan itu sendiri menjadi benang pemintal diskusi yang hangat siang itu. Rombongan terlihat antusias menyimak, mencatatnya kemudian mengajukan beberapa pertanyaan. “Apa aliran yang dianut oleh Pesantren Babakan sendiri?” Tanya salah seorang perwakilan Pendeta dari Majalengka. K.H Zamzami Amin yang duduk berselebahan dengan Kang Arwani langsung menjawab bahwa selain sisi historis Pesantren Babakan sebagai pesantren tertua di Jawa, ia pun menjelaskan bagaimana peran Pesantren Babakan terhadap penguatan tradisi NU (Nahdlatul Ulama).
Selanjutnya, program penanaman bibit 300 pohon merupakan langkah awal yang bakal terus digalakkan demi kelestarian lingkungan. Selain daripada itu hal tersebut juga akan mampu menambah daya tarik masyarakat dalam pengembangan ekowisata berbasis komunitas, seperti yang diungkapan oleh Pendeta Alung pada sesi dialog. Ia mempersilakan satu persatu dari rombongan memperkenalkan diri. Begitu juga dengan K.H. Zamzami Amin, yang menemani para rombongan beserta para santri sejak awal sampai akhir kegiatan ini berlangsung.
Imbi Muhammad dan Arsyad beserta para pemuda lainnya yang menggagas kegiatan penanaman pohon itu berpendapat bahwa bagi mereka, selain ruang ini dimanfaatkan bagi kesinambungan kerjasama antara pesantren dan Umat Kristiani, juga yang terpenting sisi positifnya adalah menjaga lingkungan. Jenis-jenis bibit pohon berupa buah-buahan menjadi prioritas utamanya. Dalam tiga bulan ke depan, ungkap Imbi, program ini dimulai pada tahap pertama. Program ini terlaksana sebagai bagian kerja sama antara PGIS dengan MB2 dan PELITA. Nantinya, program semacam ini juga akan dilakukan di wilayah kota Cirebon, dan itu tugasnya teman-teman PELITA, jelas Pendeta Alung di akhir sesi dialog setelah penanam pohon.
Walhasil, eksistensi pesantren sebagai prototype Islam yang moderat dan toleran diharapkan mampu menjadi gerbong bagi kemaslahatan bersama. Di akhir perbincangan, KH. Makhtum Hanan, memberi pesan agar ruang-ruang kebersamaan dan persaudaraan antara umat Kristiani dengan Pesantren terus dijaga. “Demi menjaga keutuhan NKRI, kerjasama antara berbagai elemen masyarakat merupakan keharusan tersendiri.” Pungkasnya.
(Reportase oleh Abdurrahman Sandriyanie)
Comments Closed