
sumber gambar : politiktoday.com
Oleh : DEVIDA*
Terorisme kembali Mengguncang Dunia. Bom bunuh diri meledak di Kota Madinah Arab Saudi Senin 4 juli 2016, berikutnya Selasa 5 Juli 2016 Bom bunuh diri meledak depan Markas Kepolisan Resor Kota (Polresta) Solo. Menjadi saksi bahwa terorisme tidak mengenal batas wilayah, menimbulkan kecemasan warga, dan tidak seharusnya menelan korban jiwa yang tidak bersalah.
Ancaman terorisme kian nyata, namun yang harus di lihat adalah bagaimana aktor-aktor dari bom bunuh diri tersebut sebagian besar adalah dari kalangan anak muda. Asumsi bahwa anak muda masih labil, gampang dipengarui, menjadi bahan dasar para agen terorisme untuk merekrut. Jika ini terus berkelindan, tentu akan menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia. Pintu masuk lewat jalur pendidikan melalui buku ajar yang disisipi ajaran aksi-aksi kekerasan telah banyak beredar, bahkan sejak usia dini, anak–anak baru masuk jenjang Taman Kanak-kanak (TK) sudah di sugukan buku mengeja dan membaca dengan muatan radikalisme.
Temuan-temuan baru tersebut mengindikasikan bahwa gerekan mereka sangat masif dan akan banyak menimbulkan korban dikalangan pemuda yang seharusnya dalam usia muda sedang mengalami fase dunia sukacita pertemanan. Ungkapan “pemuda sebagai tulang punggung Bangsa”, bisa jadi berbalik menjadi sebuah ancaman, hal ini tentu tidak diinginkan.
Pemuda sebagai harapan perdamaian
Perdamaian tidak lahir dengan sendirinya, ia merupakan proses dari perjuangan antara pemerintah dan masyarakat sipil yang harus diraih bersama. Perjanjian agung ini tentu bukan komitmen agung yang terus diserukan sebagai bentuk ritual formal yang diulang-ulang. Subtansi dari kata perdamaian itu adalah sebuah kemerdekaan atas hak dan martabat rakyat atas asas berkeadilan. Prinsip keadilan ini penting ditegakan di Indonesia untuk menghindari dari ketimpangan sosial yang memicu konflik.
Program deradikalisasi atau kontra radikalisme yang selama ini diterapkan pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga penting melihat dari sektor keadilan hukum, politk dan penghormatan yang tertinggi kepada kebudayaan dan masyarakat setidaknya bisa menghambat laju radikalisme. Upaya pendekatan persuasif melaui seminar-seminar anti radikalisme perlu diturunkan menjadi bentuk kongkrit berupa upaya nyata terhadap beberapa kelompok yang sudah terindikasi kearah radikalisme.
Peran pemuda dalam perdamaian bisa melalui banyak cara. Pertama, memberikan peran yang perporsional dalam wilayah-wilayah pengembangan minat dan bakat, Kedua, meningkatkan kapasitas wawasan kebangsaan untuk membangun cinta kepada tanah air. Ketiga, diberi pemahaman keagamaan yang ramah terhadap perbedaan. Keempat, dibekali pemahman bahwa mengormati dan menghargai kehidupan adalah bagian dari bentuk apresiasi.
Sebuah contoh yang baik misalnya, melalui wadah Pelita Perdamaian yang bekerjasama dengan Fahmina Institute melakukan gerakan bersama atas dasar kebutuhan hidup rukun berdampingan di Wilayah III Cirebon, membentuk Sekolah Cinta perdamaian (SETAMAN). Anak-anak muda Cirebon yang tergabung melakukan edukasi kepada remaja-remaja setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) tentang pendalaman nasionalisme, peran agama-agama dalam menyongsong kemerdekaan, memahami konflik, dan belajar memahami perbedaan.
Pengaruh Globalisasi terhadap pemuda
Globalisasi menurut kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses masuknya reruang lingkup dunia. Menurut beberapa sejarawan gelobalisasi terlahir pada abad 20 an yang dihubungkan dengan kebangkitan ekonomi Internasional. Pada fase berikutnya ekspelorasi besar-besaran oleh bangsa Eropa terhadap dunia Ketiga atau bekas jajahan. Kekuatan ini didukung dengan revolusi industri yang berdampak pada percepatan teknologi, seperti ditemukannya computer dan jaringan internet yang memudahkan kerja-kerja dan mempermudah hubungan komunikasi lintas negara.
Bicara dampak tentunya ada yang memperoleh mamfaat dan kerugian, salah satu dampak dari globalisasi adalah memberikan ruang kemudahan bagi negara-negara untuk bisa masuk ke negara lain dengan dalih infestasi dan demokrasi. Bagi negara yang baru merdeka termasuk Indonesia. Jaringan internet menghubungkan antar manusia dibelahan bumi yang berbeda. Sehingga, beberapa akses informasi apapun mempermudah proses komunikasi antara satu dengan lain.
Beberapa tulisan dengan muatan idiologi radikal dan video-video berupa seruan untuk melakukan tindakan kekerasan dengan mudah bisa diakses oleh anak-anak muda di Indonesia. Bagi yang baru memulai belajar tentang agama mereka bisa terinfirtasi dan menumbuhkan semangat agama yang berlebih. Dampak buruk ini akan mengawali proses awal idologisasi radikalisme virtual. Berawal dari pemahaman berupa doktrin, kemudian bermetamorfosa menjadi fanatisme yang berlebih menafikan kemajemukan, perbedaan, multikultural di negeri ini. Puncaknya ketidakpuasan terhadap bentuk sistem negara yang di anut (Pancasila), terhadap bangsa yang mayoritas berpenduduk muslim dicurahkan dengan berapa aksi yang menjurus kepada gerakan radikal.
Gerakan tersebut sebenarnya tidak berdiri sendiri, mantan Presiden RI Ke-4 Abdur Rohman Wahid (Gus Dur) menegaskan, fenomena terorisme yang marak akhir-akhir ini disebabkan penduniaan (globalisazion) yang diawali sistem perdagangan bebas. akibat tragedi WTC di New York 11 September 2011, telah menimbulkan citra di banyak negara bahwa pata teroris saat ini “menguasai” dunia Islam. Bahkan lebih jauh, banyak orang di sejumlah negara mengganggap Islam adalah agama teroris, minimal Islam membenarkan penguanaan kekerasan. Gus Dur menegaskan, tuduhan tersebut tidak benar.
Pengaruh Globalisasi lewat media tersebut menghasilkan “pendangkalan pemahaman” dikalangan pemuda. Sebenarnya bisa dicegah melalui reaktualisasi pemahaman bahwa sejatinya agama apapun hadir untuk kebahagiaan umat manusia, seruan berbuat baik kepada seluruh alam, binatang, tumbuhan dan manusia. Jika pemahan menghargai kehidupan, rasa nasionalisme yang tinggi didada setiap anak muda, maka tidak ada lagi korban-korban anak muda baru atas nama apapun untuk melakukan aksi bom bunuh diri. Amin.
*Penulis adalah Dewan Penasehat Pelita Perdamaian, Dosen Studi Lapangan Perbandingan Agama Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, dan Alumni Youth Interfaith Camp (YIC) 2013.
*Dimuat di Koran Radar Cirebon 28 Juli 2016.
Comments Closed