Pelita Perdamaian Wadah Belajar Toleransi

Pelita Perdamaian Wadah Belajar Toleransi

sumber foto : Okezone

Oleh   : Paisios Johan T*
Editor : Dias Alauddin

Εις

Ονομά του Πατρός και  τού Υιού και τού Αγίου  Πνεύματι(+)

Cerita ini dimulai saat pertama kali saya mengikuti acara bulanan Pelita di Klenteng Talang, dimana saya mendapatkan Informasi pertemuan ini dari Radit, seorang anggota Pelita beragama Yahudi. Namun, untuk hari dan tanggalnya saya lupa.

Pada saat itu saya masih punya pikiran ‘menginjil’ bagi yang non-Kristen atau yang Kristen. Saat itu juga saya sangat antusias untuk memperkenalkan ajaran Gereja Timur, entah di sekolah, teman atau di publik. Tetapi,  tidak secara radikal (walau sebetulnya saya hampir radikal, karena sangat yakin akan kehadiran Gereja di wilayah Cirebon).

Saat awal masuk Pelita, saya terkesan oleh penerimaan mereka yang ramah dan terbuka. Selang beberapa bulan mengikuti Pelita, ada suatu peristiwa dimana saya sadar bahwa keradikalan ini bisa berdampak pada organisasi Gereja sendiri, saya sempat memikirkan konsekuensinya terlebih dahulu. Sekitar 2 bulan atau lebih, akhirnya saya mengakui itu, lalu memohon maaf kepada pengurus Pelita yang lain, dan ini adalah pengalaman tak mengenakan bagi saya.

Di sekolah, saya sempat juga merasakan diskriminasi, saya merasa seperti di pandang sebelah mata,  memang saya merasakan ketidakadilan, hampir membuat saya kesal tetapi saya tahan.

Namun, hal  yang  saya  pelajari  selama  di  Pelita membuat  saya  sadar  bahwa  toleransi  adalah  jalan  bagi  bangsa  Indonesia. Dengan  maraknya  kasus intoleran  di  negeri  Ini, sikap  saling  menghormati tanpa  meragukan  satu  sama  lain dan tetap berfikir  positif  dengan  apa  yang  telah  dihadapi, saya  yakin Pelita  dapat  melebarkan  sayapnya.

Jika  diperbolehkan, saya  memberikan sedikit  tentang  pemahaman akan  Gereja  pada  sudut pandang  Gereja Kalsedon atau Timur. Gereja (Arab: Shekinah; Gr: Ekklesia/Εκλλησια) adalah penggenapan  dari  bait  Allah  di  Yerusalem, maka  itu  Gereja  dalam  bentuk  segi  teologi adalah  bait  Allah. Di dalamnya  sama  seperti bait  Allah, ada  Ruang  Maha Kudus (di depan ada  Ikonostasis), Ruang Nartex , dan  Ruang Bahtera. Arsitekturnya  juga  memiliki  makna teologis. Kita  lihat  di  Konstantinopel (sekarang Turki). Kubah  bulat  menyimbolkan Sang  Ilahi melihat  umatnya, sering  kali  ditulis  Ikon  Kristus Sang Maha Kuasa (Gr:Παντοκρατορ atau Pantokrator) ataupun Kubah Bawang  di  Russia yang  menyimbolkan lilin, simbol  doa , tradisi (latin: Traditio; Gr:Παράδοσις atau Paradosis) adalah  kekayaan  Yang  di  miliki  oleh  Gereja yang  Katolik atau universal  dan  Apostolik (memiliki  Garis  Rasuliah, secara  ajaran  dan  suksesi).

Mungkin ini saja pengalaman saya. Saya harap Pelita dapat menjadi organisasi yang mandiri dan dapat memberikan dan menyebarkan toleransi bagi nusantara ini, tetap semangat dalam menghadapi cobaan seperti halnya para Janasuci. Do’akan juga nanti saat saya Seminari dan Biara di Gunung Suci Athos, kiranya saya Layak (Gr:Αξιος) untuk kelanjutan di Cirebon ini.

“Gereja adalah Harta karun kebenaran kasih Ilahi, ini adalah pertanyaan keselamatan Manusia, ini adalah Kerajaan Allah di Bumi “

(Episkop  Agung  Sotirios)

Δοξα Πατρί και Υιού και Αγίου Πνεύματι και νύν κεί αεί, και αεί τους αιώνας αιώνων, Αμήν (+)


*Penulis adalah Aktivis Pelita Perdamaian.

Comments Closed

Comments are closed. You will not be able to post a comment in this post.