Bagaimana “kesatuan” dalam pandangan agama-agama besar dunia? Apa yang dimaksud dengan kesatuan, mengapa terminologi kesatuan perlu disuguhkan dalam kehidupan keberagaman manusia?
***
Najib Haidar dengan seutas senyum yang mengembang menyapa pengurus PELITA, yang sejak tadi menunggu kedatangan tokoh Baha’i yang satu ini di Kampus ISIF Cirebon (20/2). Di tengah kesibukkannya, Ia yang berasal dari Kota Bekasi itu, menyempatkan diri berbagi seputar informasi Agama Baha’i pada kesempatan pertemuan bulanan yang diselenggarakan di rumah Joglo milik K.H. Marzuki Wahid.
Agama Baha’i, salah satu agama besar di dunia setelah Yahudi, Kristen, Islam, barangkali masih terkesan asing di telinga masyarakat Indonesia pada umumnya. Atas dasar itulah, PELITA mencoba mengangkat tema seputar perkenalan Agama Baha’i itu sendiri.
Arief Rachman sebagai Koordinator Pertemuan Bulanan dalam sambutannya mengatakan, “Tema ini berangkat dari ketertarikan pribadi mengenal Agama Baha’i, yang kemudian saya coba suguhkan di edisi pertemun bulanan kali ini. Semoga teman-teman yang hadir bisa dapat pengetahuan baru, demi keberagaman kita di Indonesia.”
Kesatuan dan Kebhinnekaan Menurut Baha’i
Setiap agama-agama memiliki konsep dan ajaran tentang “kesatuan” menurut perspektif masing-masing. Terminologi kesatuan yang dimaksud tadi, lebih mengarah pada dimensi religiositas manusia. Relasi transendental (Manusia kepada Tuhan) mesti seimbang dan sejalan dengan aspek immanental (Manusia ke manusia). Dengan begitu, akan bertemu pada satu titik di mana kesatuan religi antar manusia di dunia (Kalimatun Sawa).
Dari Pukul 17.00 sampai 20.00 Wib, Najib Haidar menjelaskan secara rinci, urut, dan komperhensif mengenai Agama Baha’i kepada teman-teman PELITA dan jaringan wilayah III Cirebon. Beberapa di antaranya perwakalian yang diundang oleh PELITA: Unswagati Cirebon, ISIF Cirebon, JAI Manislor Kuningan, Komunitas Syiah Cirebon, Pemuda Muhammadiah Cirebon, GP Ansor Cirebon, IAIN Syekh Nur Jati Cirebon, Fahmina Institute, GKP Cirebon, Komunitas Seniman Santri (KSS) Ciwaringin, Geraja Katholik St. Yusuf Cirebon, CSPC Cirebon, Ikatan Pelajar Putra-Putri Nahdlatul Ulama (IPNU-IPPNU) Cirebon, Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, PMII Cirebon.
“Gerak peradaban manusia sedang menuju ke arah destruktif, yang kemudian mesti diimbangi oleh perjuangan peradaban manusia yang integratif, “Papar Najib. Ia yang mengajak teman-teman PELITA bersama-sama membaca teks-teks seputar Agama Baha’i itu, dengan metode partisipatoris berulang kali memaparkan, apa yang terjadi dalam perkembangan umat manusia dari sudut pandang ilmu biologi. Baginya, jutaan sel yang terdapat dalam tubuh manusia membentuk satu jaringan yang saling kait-mengaitkan, dan saling berhungan. Ini sama dengan prinsip Kebhinnekaan,” Tambahnya.
Menarik mencermati ajaran Agama Baha’i, yang dalam hal ini, sedang melakukan perjuangan agar “diakui” sebagai agama sendiri oleh negara melalui Kementerin Agama Republik Indonesia.
Meskipun di sela-sela acara sempat terjadi “ketegangan diskusi” antar pemateri dan hadiri, namun dalam prinsip PELITA sendiri, ialah niscaya mengembalikan pemahaman Baha’i menurut Baha’i sendiri. Sesuai konteks ajaran dan nilai-nilainya, yang perlu dicermati lebih lanjut dengan perspektif filsafat perrenial. Tentu, Pertemuan Bulanan, adalah salah satu usaha yang dilakukan oleh PELITA disamping agenda dan kegiatan lainnya, untuk melangkah bersama dan untuk Indonesia.
(By: Sandriyanie Omen)
Comments Closed