Memaknai Toleransi

Memaknai Toleransi

Oleh: Ust.  Ahmad Hadid*

Memaknai toleransi adalah belajar memahami diri sendiri. Dengan toleransi, kita tahu bahwa ada batas-batas ego sebagai manusia yang mesti dijaga.

Begitulah awal pemahamanku tentang toleransi setelah aktif di Organisasi Pelita Perdamaian. 10 september 2014 bertepatan dengan hari toleransi seduania tepatnya tahun lalu, merupakan pengalaman pertama kali saya kumpul dan berdiskusi dengan Pelita, di situ kami semua berkumpul dari berbagai komunitas yang ada di Cirebon.

kami mendiskusikan dan merefleksikan tentang makna dari toleransi itu sendiri, tak jarang dari kami yang bercerita tentang pengalaman pribadi yang menyangkut tentang toleransi, sejak dari kehidupan bertetangga dengan orang yang berbeda agama, atau tentang pengalaman kami merantau di negeri orang yang tidak sepemahaman dengan kita, tapi di situ tumbuh kenyamanan dan tak saling hujat .

Dalam perkumpulan itu sendiri Kami semua berkumpul dan saling berdiskusi dengan baik dan tertib padahal kami semua berasal dari Komunitas, Agama dan pemahaman yang berbeda-beda, tak ada sepatah katapun yang keluar dengan nada menghujat antar satu komunitas terhadap komunitas lainnya.

Di samping itu, Agama Islam-lah yang paling masyhur mengajarkan banyak hal tentang toleransi, bahkan dalam Al-Quran juga dijelaskan bahwa Allah SWT memuliakan seluruh anak Cucu Adam. Nah, dari ulasan di atas ada beberapa poin penting yang dapat kita pelajari.  Sederhananya, yang pertama siapa itu anak cucu adam yakni manusia, kemudian siapa yang dimuliakan yakni manusia, kenapa manusia bisa sampai dimuliakan oleh Allah, itu karena manusia mempunyai akal, pikiran dan perasaan, yang berguna dalam memilah dan menentukan hal-hal yang baik bagi peradaban manusia.

Bentuk implementasi toleransi memang tidak mudah, akan tetapi tidak juga sulit. Kita bisa lihat pengalaman kelam Cirebon atas kasus intoleransi seperti kejadian pembubaran buka bersama yang diadakan oleh pelita bersama radio suara gratia FM, pada tahun 2012. Begitu pula dengan kasus intimidasi terhadap Ahmadiyah oleh ormas-ormas tertentu yang sampai hari ini masih terjadi, tentu saja, yang terkini adanya isu kegiatan deklarasi anti syiah di masjid besar at-taqwa pada bulan April tahun 2015 kemarin.

Semua peristiwa tersebut menggambarkan betapa sangat beratnya menumbuh-kembangkan sikap toleransi antar komunitas dan antar agama di cirebon khususnya dan diwilyah 3 cirebon pada umumnya. Banyak orang mendambakan kenyamanan, banyak orang mendambakan keadilan, banyak orang mendambakan kedamaian, namun di sisi lain, banyak orang juga yang justeru terus gencar menumbuhkan paham-paham yang tidak bernada tentang toleransi dan perdamaian.

Dalam banyak kesempatan saya sering berbincang-bincang kecil dengan para aktifis muda pelita.  Tidak jarang saya menanyakan bagaimana cara menumbuhkan sikap toleransi yang baik antar komunitas di cirebon yang kita cintai ini, salah satu aktifis menjelaskan bahwa cara yang efektif untuk membangun kesadaran toleransi yang baik yakni dengan bertatap muka seraya berkomunikasi dan berdialog dengan hati yang tulus dan penuh keterbukaan. Intinya, berangkat dari hati kecil nurani kita.

Pada akhirnya saya yakin, sesungguhnya semua orang dalam hati kecilnya mendambakan suatu kenyamanan dan kedamaian, coba saja dalam beberapa kasus yang telah terjadi di Cirebon tercinta ini  kalau saja mereka semua bisa berkumpul dan berbicara dalam suatu forum yang dimana forum tersebut berkumpul dari seluruh komunitas yang ada di Cirebon ini  kemudian saling mencurahkan isi hati mereka, seraya saling terbuka dan saling berkomunikasi dengan hati yang tulus sudah barang tentu peristiwa-peristiwa yang menodai toleransi dan perdamaian tidak akan terjadi sampai sedemikian rupa dan seserius itu.

Kemudian saya meyakini bahwa toleransi yang baik akan mewujudkan suatu peradaban manusia yang baik dan damai, maka di  hari ini sebagai hari toleransi sedunia tanggal 10 september 2014, mari kita tingkatkan sikap toleransi kita dengan penuh suka rela dan penuh keyakinan akan semuanya akan baik-baik saja kalau kita mau membuka hati kita untuk perbedaan, untuk saudara kita di lain komunitas bahkan di lain agama, dengan tulus dan saling terbuka dengan apa adanya dan mau memahami satu sama lainnya dalam perbedaan tanpa ada kecurigaan, maka sudah barang tentu  akan terwujudnya suatu perdamaian, terutama di wilayah Cirebon yang kita cintai ini.

*penulis adalah Santri Pesantren Miftahul Mutaalimin, Ciwaringin-Cirebon. Menjabat sebagai Anggota Departemen Bulanan PELITA

sumber gambar: www.balairungpress.com

Comments Closed

Comments are closed. You will not be able to post a comment in this post.