
Oleh: Ahmad Hadid*
Memaknai satu muharram yang merupakan awal dari tahun Hijriah, mengingatkan kita kepada peristiwa hijrahnya rasul Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.
Perlu diketahui juga, peristiwa hijrah rasul bukan semata-mata berpindah tempat, melainkan merupakan perintah Allah SAW. Dengan berbedanya tempat maka berbeda pula strategi da’wah yang diterapkan. Intinya dalam hal ini rasul mengingiNkan terwujudnya kehidupan islami yang kokoh; yang saling mengenal dan saling memahami satu sama lainnya antar umat, baik interen muslim maupun eksteren dengan umat agama lainnya, karena pada saat itu di Madinah juga tinggal umat dari agama lain.
Sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kalian dari seorang laki – laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa – bangsa dan bersuku – suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu” ( Al-Hujarat ayat : 13)”
Dari penafsiran ayat tersebut, banyak sekali pelajaran yang kita dapatkan, yakni Al-Quran menuntun kita untuk saling bertoleransi antar umat beragama, dengan cara mengenal dan memahami satu sama lainnya yang telah diimplementasikan oleh Rosul kita pada zamannya pada era kehidupan Madinah.
Disamping itu Allah menjanjikan kemuliaan atas orang-orang yang bertaqwa atas perintahnya yang dalam hal ini adalah orang – orang yang senantiasa mewujudkan kedamaian dan rasa nyaman. Atas dasar saling memahami itu, sebaliknya bukan untuk saling baku hantam dan mengklaim mana yang benar dan mana yang salah.
Namun sungguh ironis, peringatan satu muharram yang harusnya sebagai ajang perlombaan untuk saling mengintrospeksi diri, memilah-memilih kebaikan serta menata tahun yang akan datang harus lebih baik lagi, justru di tanah air kita malah terjadi tindak intoleran, yang mencoreng kebaikan satu muharram tersebut.
Ribuan saudara kita di Singkil, Aceh hidup dalam ungsian sebab memanasnya kondisi sosial yang direpresentasikan dengan pembakaran gereja, yang tidak menutup kemungkinan mereka terkena intimidasi, dan pelanggaran hak keamanan.
Padahal Al – Qur’an juga dengan sangat tegas mengatakan bahwa tempat – tempat ibadah harus dihormati dan dilindungi. Al – Qur’an menegaskan:
”Dan kalau Allah tidak melindungi sebagian manusia dari sebagian yang lain maka runtuhlah sinagog – sinagog, gereja – gereja, biara – biara, dan masjid – masjid, yang didalamnya nama Allah banyak disebut (22 : 40)”
Penting bahwa al – Qur’an mempertahankan bahwa sinagog, gereja, masjid dan tempat – tempat ibadat lain dimana nama Allah banyak disebut untuk tetap kokoh sebagai representasi dari kerukunan antar umat beragama.
Terlepas dari faktor politik, peraturan dan kebijakan pemda setempat, sebagai masyarakat yang mendambakan kenyamanan dan perdamaian harusnya umat beragama satu sama lainnya saling menghormati dan saling tenggang rasa.
Apalagi dalam rana konflik sektarian, lebih-lebih berbasis Agama yang berdasarkan pengalaman peristiwa intoleran terhadap umat beragama di negeri ini.
Adalah konflik yang sangat sensitif, konflik agama mampu memicu dan memprovokasi banyak pihak di lain tempat yang menimbulkan potensi konflik semakin meluas. Belum lama kita di hebohkan dengan kasus Tolikara Papua, di mana rumah ibadah umat muslim terbakar dalam insiden itu, harusnya peristiwa Tolikara dijadikan pelajaran yang berharga untuk menata kehidupan keberagamaan agar lebih baik lagi, dengan menetapkan regulasi yang baik untuk kehidupan umat beragama di setiap wilayah penjuru negeri,
Akan tetapi, hal ini juga belum cukup untuk membangun kerukunan umat beragama, disamping itu kita sebagai warga Indonesia yang notabene kita adalah masyarakat yang plural, harusnya kita memahami kondisi negeri ini, dengan saling mengedepankan hati, bukan mengedepankan ego.
Karena dengan hati kita bisa berkomunikasi dengan halus, santun serta bersama menyelesaikan masalah dengan mencari jalan keluar yang baik, serta bersama membangun peradaban kemanusiaan yang ideal, saling mengenal dan memahami sehingga akan terwujudnya kerukunan, sebagaimana yang telah di contohkan oleh Rasulullah SAW pada zamannya.
Dengan memaknai satu Muharram, yakni peristiwa hijrah rasul kita sema berharap dapat mengambil hikmah dari rukunnya kehidupan antar umat, suku, bangsa, yang dibangun oleh beliau, karena pada dasarnya semua agama itu baik, dan mengajarkan kebaikan, tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan, dan mengklaim kebaikan atas golongannya sendiri, semuanya bersumber dan menuju kepada yang satu, yaitu Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Wallahu alam bis shoab….
*Penulis adalah Pengurus Departemen Bulan Pelita Perdamaian Cirebon
Comments Closed