
Bulan Rajab merupakan bulan yang mulya menurut umat islam, karena di bulan tersebut terjadi peristiwa besar yakni isra dan mi’raj nya Nabi Muhammad saw, sudah menjadi tradisi dikalangan umat muslim Indonesia memperingati peristiwa tersebut.
Minggu 17/5/2015, Musholla Miftahul Huda yang berada di Desa Purwawinangun Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon mengadakan peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw, dalam memperingati peristiwa tersebut ada hal yang menarik karena biasanya acara peringatan isra mi’raj mengadakan pembacaan Barzanji dan ceramah agama, namun di Musholla Miftahul Huda setelah pembacaan barjanzi dan sholawat, mereka melanjutkan dengan acara Diskusi Publik dengan tema Geneaolgi Radikalisme yang di narasumberi oleh KH. Marzuki Wahid MA dan Ust. Nuruzzaman MS.I. acara tersebut dipadati oleh para Syekhermania (pecinta shalawat Habib Syekh).
KH Marzuki Wahid, membuka diskusi dengan menjelaskan tentang pengertian radikalisme, menurutnya radikalisme itu bukanlah istilah yang cocok untuk orang – orang yang melakukan kekerasan, tetapi ekstrimisme. Ekstrimisme adalah sikap merasa paling benar sendiri yang disebabkan oleh pemahaman yang dangkal. Kedangkalan pemahaman bisa dilihat dari pola pikir orang – orang yang mengatakan bahwa islam adalah arab, itu merupakan kesalahan besar, islam bukanlah arab karena islam itu hadir sesuai dengan kondisi tempat dan waktu, karena islam itu universal.
Lalu apa hubungannya isra miraj dengan ekstrimisme ini, beliau menuturkan bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah mengajarkan kekerasan, bisa dibuktikan dengan sikap teladan Nabi ketika hijrah ke Thaif kemudian Nabi dilempari kotoran, Nabi bukannya membalas mereka tetapi berdo’a kepada Allah agar mereka yang melakukan tindakan tak pantas itu diberikan petunjuk oleh Allah swt. Bila melihat islam sekarang banyak cara – cara yang tak pantas dalam melakukan dakwah islam yaitu dengan cara kekerasan, padahal Allah swt berfirman, “ajaklah orang – orang ke jalan Allah dengan cara yang bijak, perkataan dan sikap yang baik, jika berdialog maka berdialoglah dengan baik”.
Kemudian narasumber kedua, Ust Nuruzzaman memetakan gerakan orang – orang ekstrim di wilayah Cirebon, menurutnya ada banyak sekali orang – orang yang menganut paham ekstrim di wilayah Cirebon dan menyusupi pemikiran para pamuda – pemuda melalui kegiatan – kegiatan yang berbau islam tapi sebenarnya menjurus pada tindakan kekerasan, contoh kecilnya adalah mereka gampang membid’ahkan, mengkafirkan orang – orang yang berbeda pemahaman dengan mereka. Melalui pembacaan sholawat dan maulid barzanji, beliau menggerakkan para pecinta shalawat Nabi dari golongan Syekhermania untuk membendung gerakan ekstimisme dengan melakukan safari maulid barzanji di masjid – masjid wilayah kota dan kabupaten cirebon.
Acara dilanjutkan dengan dialog dengan membuka pertanyaan-pertanyaan, salah satu pertanyaan dilontarkan oleh seorang perempuan bercadar yang hadir ketika itu, ia menanyakan, kenapa saya yang becadar dan berhijab besar selalu dicap sebagai orang – orang ekstrim?, kemudian dijawab oleh KH Marzuki Wahid, bahwa kita tidak boleh seenaknnya menjudge/menghakimi bahwa yang becadar adalah orang ekstrim, islam bukanlah pakaian tetapi islam adalah hati dan perilaku, karena Allah tidak melihat dari sisi pakaian tetapi hati kita. Tetapi beliau mengatakan kita hidup di indonesia maka berapakaianlah yang wajar saja sebagaimana Islam indonesia.
(Berita Oleh: Makmuri el-Abbas/ Koordinator Dept. Bulanan)
Comments Closed