
Jumat, (02/05) sebanyak 14 orang anggota PELITA diundang ke Yogyakarta untuk sharing gagasan pada acara yang diselenggarakan Universitas Islam Indonesia dengan tema “Promosi Perdamaian dan Transformasi Konflik oleh Pemuda Lintas Agama melalui Potensi Kearifan Lokal serta Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi”.
Dalam kesempatan itu pula PELITA dapat menyempatkan diri untuk berkunjung ke Jemaat Ahmadiyah cabang Yogyakarta, serta ke Interfidei, yang berada di Jl Kaliurang KM 9. Institute for Inter-faith Dialogue in Indonesia, merupakan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Yogyakarta. Gagasan tentang pendirian lembaga ini sebetulnya sudah ada sejak tahun 1960-an, namun baru terealisasi pada tahun 1991, yang fokus kajiannya pada dialog lintas iman baik antar maupun internal agama dan keyakinan.
Alasan didirikannya lembaga ini dikarenakan melihat keadaan yang terjadi pada era 60-90 an di dunia internasional, dan khususnya di Indonesia. Dimana terjadi perang dingin antar Negara Sekutu dan Uni Soviet, sedangkan di Indonesia sendiri masih mengalami masa Orde Baru dibawah pimpinan presiden Soeharto, sehingga isu-isu tentang perdamaian dan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan) memuncak. Ditambah lagi ada dukungan moril tentang keterbukaan pihak Katolik untuk mengadakan dialog terhadap agama lain, berdasarkan Konsili Vatikan tahun 1965 yang membuka, dan mencoba menghapus doktrin ‘tidak ada keselamatan diluar gereja’.
“Dahulu di zaman Orba, isu-isu tentang sara dilarang dan ditekan. Padahal SARA adalah ibu dari bangsa ini, melahirkan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, suku, dan agama. Kalau mengingkari ini sama saja kita mengingkari bangsa sendiri,” tutur Wiwin, saat bertemu dengan PELITA di kantor Interfidei.
Kini di era reformasi, Interfidei pun masih gencar menyuarakan isu perdamaian demi kemanusiaan. Dalam dialog lintas iman, yang dilihat tidak hanya persoalan sosial belaka, tapi juga hingga pada masalah teologis agar dapat mencairkan beberapa prasangka buruk terhadap agama lain. Pengambilan kata lintas iman juga karena Interfidei bertujuan agar tercipta kerukunan hingga pada tahap inividu yang ada di masyarakat.
“Dialog dilakukan hingga taraf individu, karena keimanan itu sifatnya personal yang berguna sebagai pengurai konflik, dimana pada prinsipnya tidak untuk memembiarkan atau menjauhi konflik. Selain itu kita juga perlu untuk memberikan kritik serta saran terhadap setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah,” tandasnya.
Comments Closed