
Sumber Foto: Slamethdotkom.wordpress.com
Oleh : Fachrul Misbahudin*
Editor : Dias Alauddin
Pelita Perdamaian – Semboyan Bhineka Tunggal Ika telah menggambarkan bahwa Indonesia terdiri dari berbagai agama, suku, bahasa, etnis dan keyakinan. Semboyan ini tentunya digunakan untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Namun keberagaman yang dimiliki Indonesia masih jauh dari kata aman dari tindakan diskriminasi, kekerasan, intimidasi, dan intoleransi. Karena, dengan adanya kasus penyerangan terhadap penganut Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (19/5), semboyan kita diciderai lagi. Ini menjadi masalah serius yang harus secepatnya di selesaikan.
Sejak 2012 sampai 2015 saja, menurut Catatan Setara Institute, ada 164 peristiwa yang melibatkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sebagai korban. Ini merupakan pelanggaran hak-hak konstitusional dalam isu keagamaan atau keyakinan. Ditambah laporan tahunan Komnas HAM menunjukkan, dari Januari-Desember 2016, ada 22 dari 97 pengaduan pelanggaran yang melibatkan mereka. Jumlah itu naik dari 17 pengaduan pada 2015.
Data ini membuktikan bahwa persekusi terhadap warga Ahmadiyah masih menjadi masalah serius. Betapa intensnya warga Ahmadiyah menjadi sasaran intoleransi dan persekusi. Sejumlah riset oleh Komnas HAM, dan Setara Institute menyebutkan juga bahwa pemerintah daerah, provinsi maupun kabupaten/kota, sebagai salah satu pelakunya.
Bukankah sebagai warga negara, seharusnya kita berhak memilih dan menganut agama atau keyakinannya masing-masing ? Bukankah yang menjalankan kehidupan ini adalah diri pribadi? Selama tidak menimbulkan kerugian, kerusakan, maupun kekerasan terhadap orang lain, seharusnya sah-sah saja.
Undang – Undang Dasar 1945 pun sudah membuat aturan untuk menjamin kebebasan beragama di Indonesia Pasal 28E ayat (1) “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Oleh karena itu, diperlukan pemahaman tentang kebebasan beragama yang sungguh-sungguh untuk melindungi kebebasan beragama-berkeyakinan tanpa adanya diskriminasi. Sehingga tercipta kehidupan yang bernilai Bhineka Tunggal Ika.
*Penulis adalah pengurus Pelita Perdamaian departemen Media dan Publikasi.
Comments Closed