
Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (KBNU) Cirebon menggelar Seminar Nasional yang bertajuk, “Membumikan Islam Nusantara”, di Kampus Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Kota Cirebon, Senin, 27 April 2015, pukul 09.00-14.00 wib.
Dalam sambutannya, Ustad Abdul Muiz dari ketua Ikatan Sarjana Nadlatul Ulama (ISNU), mengatakan bahwa acara seminar awalnya ingin menegaskan peran Syiah dalam konstelasi Islam Nusantra di Indonesia, akan tetapi, lanjutnya, banyak pihak-pihak yang pro-kontra, sehingga temanya diganti dengan Membumikan Islam Nusantara.
Ruang audotorium UNU terlihat padat, di antaranya dihadiri oleh Mahasiswa UNU, IPNU-IPPNU Cirebon, Iain Syekh Nurjati Cirebon, Kopri, PMII, Fahmina Institute, Pelita Perdamaian, juga masyarakat umum di kota Cirebon.
Salah satu pemateri, Dr. K.H Muntakhobul Fuad, berpesan agar menjaga paham aswaja mesti diajarkan kepada seluruh komponen masyarakat. Ini penting, ungkapnya, karena aswaja di Indonesia merupakan cikal-bakal masuknya Islam pertama di bumi Indonesia. Ia, yang juga menjabat sebagai ketua Anggota DPR, merasa resah dengan adanya konflik antar firqoh dalam islam belakangan ini.
Di tambah pula, seperti yang dituturkan oleh K.H Usamah Mansur sebagai ketua PWNU Jabar, penggantian tema dari Peran Syiah ke Membumikan Islam Nusantara, demi menjaga kondusifitas warga Nahdliyin, karena ada beberapa layangan protes dari pihak-pihak yang membenci acara ini.
Padahal, menurut Dr. Muhsin Labib, pegiat Paramadina Jakarta, dalam penyampaian materinya menjelaskan secara kronologis sejarah Syiah di Indonesia, paham-paham dalam Syiah. “Secara kultur, salah satu Firqoh di Syiah, yakni Rafidah nyaris sama dengan tradisi NU, berbeda konsep di Imamahnya saja,” Pungkasnya.
K.H Marzuki Wahid, yang juga pembina Pelita Perdamaian, ikut berkontribusi dalam acara seminra ini. Ia, menanggapi beberapa konflik antar internal umat Islam dewasa ini.
(By; Sandriyanie Omen)
Comments Closed