Desain Baru Agenda Perdamaian di Jawa Barat: Camp Joint Council Part 2

Desain Baru Agenda Perdamaian di Jawa Barat: Camp Joint Council Part 2

Berselimut udara dingin, di pagi-pagi buta itu para peserta camping ‘Joint Council’ sudah bersiap-siap menuju kawasan wisata Cidomba, Kuningan-Jawa Barat. Mereka semalaman suntuk tetap terjaga, dalam merumuskan desain baru beberapa agenda perdamaian ke depan di Jawa Barat, namun hal itu tak sedikitpun mengurangi semangat di pagi cerah itu.

Pukul 08.00 Wib peserta sudah sampai di kawasan wisata. Di lain pihak, para fasilitator juga telah siap-sedia dengan tugasnya masing-masing. Fasilitator yang berasal dari Tim Khusus PELITA bertugas menyediakan sarana dan media diskusi para peserta, yang dalam konteks ini, sekadar menstimulus ide-ide dan gagasan mereka tentang penguatan jaringan perdamaian di Jawa Barat.

Kelompok peserta terbagi menjadi 4: kelompok Pemulihan Pasca Konflik, Kelompok Advokasi, Kelompok mass-media, dan kearifan Lokal.

Kelompok Advokasi merupakan kelompok yang berada pada posisi pertama. Neneng Alfiyah, mencoba memandu jalannya diskusi bersama peserta yang terdiri dari lintas jaringan di Jawa Barat. Kelompok ini lebih difokuskan mengulas dan merumuskan rancangan advokasi perdamaian di tingkat pemuda, agar menjadi aksi-aksi nyata di wilayah praksis masyarakat tentang agenda toleransi dan perdamaian. Yang dicoba dibidik adalah peran pendidikan di Indonesia. Naga-naganya pendidikan kita sesungguhnya tak mencermin sikap kebhinnekaan yang semestinya dan luwes. Hal tersebut dibuktikan dengan lolosnya peraturan keagamaan yang masuk dalam mekanisme sekolah-sekolah negeri, yang terjadi pada sekolah-sekolah  di Jawa Barat. Sungguhpun demikian, dengan sendirinya akan berimpilkasi negatif bagi relasi siswa-guru-masyarakat. kelompok keagamaan yang masuk dalam kategori minoritas, di lain sisi, akan termarginalisasi. Atau dalam ungkapan lain, terjadi sebuah violence of symbolic (kekerasan simbolik). Lantas, bagaimana solusi mengatasinya? Hasilnya, kelompok advokasi mendesain planning-out perdamaian di sekolah untuk merumuskan langkah ke depan, terutama di bidang pendidikan.

Kelompok kedua yaitu kelompok pasca konflik. Sebagai fasilotator diskusi Peserta, Kang Herdi Atmaja mendampingi peserta untuk lebih mengenal ragam konflik sosial-keagamaan. Dari sekian koflik keagamaan yang terjadi, karakteristik konflik tercirikan yakni keadaan sebelum konflik, saat terjadi konflik dan pasca konflik. Yang kesemuanya membawa implikasi yang berbeda satu sama lain. Konflik di Manislor yang melibatkan komunitas JAI sebagai korban, tentu saja, terdapat eskalasi yang berlainan dengan konflik yang terdapat di derah lain. manfaat dari pembacaan faktor-faktor tersebut agar peserta dan jaringan di Jawa Barat memiliki semacam rancangan khusus dalam menghadapi konflik sosial-keagamaan yang sewaktu-waktu bisa terjadi tanpa diduga sebelumnya.

Tentu, urgensi dari pemetaan konflik lebih didasarkan bahwanya sekecil apapun peristiwa kekerasan atas nama agama, di sisi lain, senyatanya membawa dampak yang cukup besar, baik dari segi psikologis, sosial, budaya, bahkan ekonomi.

Kemudian, kelompok ketiga yang difasilitatori oleh Ariel Winarno dan I Made Astawa memfokuskan diskusi peserta camp dengan tema kearifaan lokal. Semacam jembatan yang ideal dalam melakukan strategi advokasi perdamaian. Di sela-sela pemaparan hasil diskusi dan rencana tindak-lajut, I Made Astawa, seorang paruh baya berprofesi guru ini, berbagi seputar kearifan-kearifal lokal yang ada di Bali. Yang kemudian, disinergikan dengan kelompok Kearifan lokal yang menggali sumberdaya agama dan kearifan lokal di Jawa Barat.

Kelompok terakhir adalah kelompok mass-media. Kelompok diskusi yang paling memiliki pengaruh atas kelompok-kelompok lain,  sedianya akan terus secara kontinyu menyebarluaskan gagasan, advokasi serta kegiatan-kegiatan yang berbasis perdamaian di khayalak. Hal ini bertujuan agar dapat mengcounter informasi yang berbau ekstrem tentang tindakan intoleransi yang berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Masing-masing kelompok akan kembali ke asal daerah tempat tinggalnya. Semoga satu niat dan harapan dalam membangun langkah bersama senantiasa tetap sinergi dan kuat, agar Ibu Pertiwi tetap harmonis dan bersatu.

(By Redaksi: Sandriyanie Omen)IMG_5559

Comments Closed

Comments are closed. You will not be able to post a comment in this post.