Benarkah Kita Membenci Nilai Kekerasan?

Benarkah Kita Membenci Nilai Kekerasan?

Sumber Foto: hipwee

Oleh  : Hasyim Al- Habsyi*
Editor : Dias Aluddin

Pelita Perdamaian, Suatu saat sekelompok geng motor konvoi di jalan raya sambil berteriak. Karena merasa terganggu, pengendara lain memberhentikan dan memukuli mereka sambil berusaha untuk membubarkan konvoi tersebut.

Di waktu yang lain ada sekelompok orang konvoi dengan membawa bendera bertuliskan bahasa arab, dan membunyikan klakson secara bersamaan terus menerus. Sedang pengendara lain merasa terganggu, tetapi tidak ada yang memberhentikan apalagi berusaha untuk membubarkan.

Itulah ilustrasi yang bisa menggambarkan sikap kita hari ini. Mengapa demikian? Karena kita hanya membenci geng motor, tapi tidak membenci nilai kegaduhan yang dilakukan oleh kelompok lain. Apakah karena stigma dibenak kita yang mengatakan bahwa geng motor selamanya mengganggu, sedangkan kelompok yang sama-sama menggangunya kita biarkan.

Akhir akhir ini kita sedang dilanda kejahatan kemanusiaan, yaitu aksi teror yang terjadi di beberapa tempat. Berawal dari kerusuhan di Makobrimob, bom bunuh diri di beberapa gereja di Surabaya, sampai yang terakhir pengerusakan Polsek di Jambi. Tentunya kejadian tersebut melahirkan respon yang beragam di tengah masyarakat. Seperti aksi solidaritas, doa bersama, hingga tagar #kamitidaktakut.

Dalam hal tersebut kita semua sepakat bahwa yang dilakukan teroris merupakan kejahatan kemanusiaan, juga melukai nilai nilai luhur dari agama. Sehingga perlu upaya untuk merekatkan kembali persatuan yang agaknya sudah renggang ini.

Namun apakah kita punya sikap yang sama terhadap kejadian yang menimpa kelompok Ahmadiah di Lombok? Rasanya lebih banyak kata kata kutukan di mulut kita yang keluar untuk mengutuk teroris. Tetapi, apakah ada sikap yang serupa untuk memberi dukungan moril terhadap korban persekusi yang dialami oleh jemaat Ahmadiah? Sepertinya tidak. Kemana kita ketika identitas kebaragaman Nusantara ini dicederai lagi oleh mereka yang anti keberagaman?.

Keimanan kita terhadap persatuan dan kesatuan yang diamanahkan oleh Pancasila hanya sebatas “membenci kelompok”. Artinya adalah hanya bersikap jika bom meledak, tapi ketika ada pengusiran dan persekusi rasa-rasanya kurang penting untuk bersikap. Mungkin kita belum bisa melihat bahwa apapun yang dilakukan jika merugikan orang lain adalah suatu kejahatan.

Disini kita tidak sedang bicara soal siapa Ahmadiyah. Tapi kita bicara bahwa warga Ahmadiyah yang terusir adalah warga negara yang memiliki kedudukan yang sama. Bahwa mereka juga manusia dan harus dilindungi hak-haknya.

Saya ingin mengatakan bahwa yang dilakukan oleh mereka yang merusak, mengusir, dan menyakiti kelompok minoritas juga merupakan kejahatan kemanusiaan. Tak perlu bom meledak di masjid Ahmadiyah sehingga kita baru menunjukan empati kepada mereka. Kejahatan intoleransi juga sama jahatnya dengan apa yang dilakukan oleh teroris.

Sudah saatnya kita sadar, bahwa tindakan apapun yang menyakiti orang lain baik secara tindakan maupun secara lisan juga merupakan kelakuan yang tidak bisa dibenarkan. Walaupun dengan dalil keagamaan sekalipun. Jangan hanya membenci  ISIS, atau apapun yang hobinya ngebom, tapi nilai nilai kekerasan dalam bentuk apapun kita juga harus membencinya. Jadi, benarkah kita membenci nilai kekerasan?.


*Penulis adalah Kordinator Departemen Media dan Publikasi Pelita Perdamaian 2018-2020 dan Alumni Youth Interfaith Camp (YIC) 2018.

Comments Closed

Comments are closed. You will not be able to post a comment in this post.