
sumber foto : ayahkita.blogspot.com
Oleh : Fachrul Misbahudin*
Editor : Dias Alauddin
Indonesia adalah negara yang sangat beragam. Indonesia mempunyai pulau sebanyak 16.056 pulau, 734 bahasa, 3.025 jenis spesies, 47.000 jenis tumbuhan, 300 jenis tari-tarian dan 485 lagu daerah. Segala perbedaan yang dapat dirasakan sekarang, tentunya tidak luput atas perjuangan para pahlawan kita untuk kemerdekaan Indonesia.
Namun, pembelajaran akan sejarah tentang para pahlawan yang memperjuangkan Indonesia masih belum imbang. Rerata pengetahuan murid Sekolah Dasar (SD) bahkan hingga Perguruan Tinggi, lebih mengenal para pahlawan yang hanya beragama Islam saja. Seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponogoro, Muh. Hatta, dan presiden pertamanya Ir. Soekarno pun, orang Islam.
Disinilah kurangnya pengetahuan sejarah ke-Indonesia-an. Pendidikan sejarah Indonesia kurang mendalam. Karena para guru atau buku-buku yang sudah ada tidak pernah memberi pengetahuan bahwa para pahlawan non-Islam juga ikut serta untuk memerdekaan Indonesia.
Padahal jika pendidikan sejarah diajarkan secara mendalam dan berimbang, banyak juga para pahlawan kita yang beragama selain Islam. Seperti Abertis Suji Pranata yang beragama Katolik, Jhon Lio seorang Konghuchu, dan I Gusti Ngurah Rai dari Hindu. Tentunya masih banyak lagi para pahlawan non-Islam yang ikut berjuang memerdekakan Indonesia dari berbagai daerah.
Dengan kurangnya pengetahuan atau pendidikan tentang sejarah para pahlawan Indonesia, hal ini akan mempengaruhi turunnya sikap nasionalisme. Ini juga bisa menjadi pemicu timbulnya sikap intoleransi terhadap yang lain, karena dianggap berbeda.
Menurut survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang di lansir oleh tirto.id, pengaruh Intoleransi dan radikalisme sudah menjalar ke banyak sekolah dan universitas di Indonesia. Terdapat 51,1 persen siswa dan mahasiswa beragama Islam yang memiliki intoleransi terhadap aliran Islam minoritas, seperti Ahmadiyah dan Syiah. 34,3 persen lainnya, memiliki intoleransi kepada kelompok agama selain Islam. Survei ini juga menunjukan sebanyak 48,95 persen responden merasa pendidikan agama mempengaruhi mereka untuk tidak bergaul dengan pemeluk agama lain. Lebih gawat lagi, ada 58,5 persen yang memiliki pandangan keagamaan yang radikal.
Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya memperbaiki pendidikan sejarah para pahlawan kita. Husein Muhammad berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai basis perdaban. Kita akan melihat maju atau mundurnya sebuah peradaban dari sistem pendidikannya. Sehingga akan terciptanya generasi pelajar Indonesia yang tolerasi, yang menerima segala perbedaan.
*Penulis adalah pengurus Pelita Perdamaian departemen Media dan Publikasi 2018-2020.
Comments Closed