Bangsa Yang Sakit Terobati

Bangsa Yang Sakit Terobati

sumber foto : Islampos

Oleh   : Adam*
Editor : Diaz Alaudin

Pelita Perdamaian – “Apa yang menyebabkan orang-orang ini punya kemampuan untuk berlaku sangat brutal, namun sekaligus memahami sadismenya sebagai tindakan surgawi?”

Itulah pertanyaan yang senantiasa mengawang dalam benak pikiran sejak huru-hara di Rutan Mako Brimob. Dimana hal ini diberitakan secara nasional di banyak televisi maupun surat kabar.

Ditambah lagi dengan teror bom yang terjadi di tiga gereja di Surabaya. Minggu (13/5), bom bunuh diri terjadi di 3 tempat  yang bersamaan waktunya, yaitu gereja Katolik Ngagel pada pukul 07.15 WIB, GKI Diponegoro pukul 07.59 WIB, dan GPPS Arjuno pukul 08.06 WIB yang mengakibatkan 14 orang meninggal dan 40 yang luka-luka. Hal yang paling mengganggu adalah adanya berita bahwa salah satu pelaku merupakan seorang ibu. Dia menjadi pembom bunuh diri dengan membawa dua anaknya yang balita!

Saya berusaha memahami makna ini semua. Dan, terus terang, saya gagal. Keyakinan apakah yang membuat  seorang ibu bernama Puji Kuswati membawa dua anaknya yang masih balita? Ajaran apakah yang membolehkan hal-hal seperti ini? Tentu, terorisme adalah tindakan brutal, sadistik, biadab sekaligus pengecut. Apakah yang lebih biadab dari menyerang orang tidak menyatakan permusuhan dan sedang berdoa?

Para teroris ini melakukan ‘dehumanisasi’ terhadap orang yang tidak berdosa dengan cara yang sama seperti mereka. Korban-korbannya dianggap bukan manusia. Atau, paling tidak bukan manusia yang setara dengan dirinya.

Namun, pada dasarnya yang salah dan sakit adalah kita sebagai bangsa. Tidakkah kita gagal, bukan  saja dalam membentuk seorang ibu,  juga seorang bapak yang bertanggung jawab? Mengajarkan bagaimana membentuk sebuah keluarga yang baik dan

melindungi anak-anak, membesarkannya, dan memberi pendidikan? Menunjukkan jalan bahwa ada jalan yang jauh lebih mulia daripada menjadi pembom bunuh diri? Memberikan makna bahwa hidup itu mulia? Bukankah bekerja sama dan bergaul dengan banyak orang berbeda itu sangat indah? Menunjukkan pada anak-anak, bahwa masa depan mereka ada pada kehidupan dan bukan kematian?

Mendidik dan memberi pendidikan akademik maupun non-akademik pada anak sangat penting. Terlebih penting ia generasi penerus bangsa  untuk menciptakan keadilan dan perdamaian. Karena bangsa butuh generasi penerus dari kaum tua yang saat ini menjadi panutan. Bukan sebagai generasi yang berkhayal diluar nalar dengan melakukan tindakan yang tidak berperikemanusiaan.

Dengan adanya pendidikan, generasi menjadi mengerti tentang kehidupan. Akademis dapat menjadi pelopor kecerdasan karena berhubungan dengan logika. Sementara non akademis diidentikan dengan mengandalkan rasa, kreatifitas, emosi, imajinasi. Keduannya sangat penting dioptimalkan dalam generasi bangsa, kususnya anak dalam keluarga karena sangat berguna bagi kehidupan sekitar maupun bangsa.

 

Penulis adalah Pengurus Media dan Publikasi Pelita Perdamaian 2018-2020, Mahasiswa jurusan Ekonomi Syari’ah Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), dan Alumni Youth Interfaith Camp (YIC) 2018.

Comments Closed

Comments are closed. You will not be able to post a comment in this post.