Sirnanya Hawa Manusia Danyep

Sirnanya Hawa Manusia Danyep

Sumber foto : www.inovasee.com

Oleh : Devida*

Dalam kamar kos merasa penat, lamunan yang menua menyerupai bercak darah. Potongan-potongan adegan hidup itu kian tercecer, membuat penerangan menjadi pekat. Hanya ada tumpukan koran dengan sisa berita yang kurang mengesankan. Diambilnya sebilah pisau yang sedari tadi menempel pada ikat pingang, dirobeknya sedikit cerita tentang tumpukan sampah yang kian menjadi.

Danyep merasa pilu dan mengadu pada pemilik hidup. Sobekan koran itu dijadikan perahu kecil dan sajadah, diletakkan hampir berdempetan, ia awali dengan sebuah ritual penyucian, dipercikannya tetesan air pada pori-pori penglihatan. Kemudian Danyep mengangkat kedua tangan menundukan wajah pada bumi.

Ada bayangan mengganggu hati, membuat ritual kian buyar. Danyep buru-buru mengejar rasa, menanggalkan semua. Ia lupa tak mengenakan atribut diri yang dipuja manusia pada umumnya. Ia hanya kenakan pemberian Tuhan berupa kekuatan kaki seadanya, tanpa perangkat rem dan gas. Ia sadar bakal dicerca namun Danyep adalah manusia bebas dan dibebaskan, ia hanya percaya pada kekuatan gaib.

Hanya tanda yang menjadi sumber langkah, bagaikan badai kejut yang menimpa isi bumi menjadi hancur. Ia membaca pesan bahwa perempuan tadi yang menanyakan “Danyep kamu sedang apa?” adalah sumber petunjuk bahwa ia harus berlabuh dengan perahu kertas yang dibuatnya. Lagi-lagi suara itu menghampiri, ia lalu mencoba menjawab “saya lagi mencari perempuan”, tegur Danyep. Namun penegasan tersebut hanya memantul pada bebatuan, terserap udara ia mengawang-awang bak air hujan yang terhenti.

“Hai… Danyep saya perempuan” ungkap Antil. Sedari tadi saya berada dihadapanmu, namun kau hanya bicara sendiri pada sobekan-sobekan koran bekas. “Jangan bicara bodoh,” tegur Danyep. Saya berhari-hari disini sendiri tidak ada seorangpun. Sedari tadi saya memperhatikanmu, sampai mata ini tak berkedip memandangmu, kau merapal mantra tanpa kata dan hanya menandai kertas berwarna itu dengan tinta hitam menyerupai wajah seorang pembesar, tegas Antil.

“Kau pasti bukan berada pada luar diriku Antil, kamu juga bukan perempuan, jika kamu perempuan pasti mau saya lamar.” Bagaimana ada yang mau sama kamu Danyep, ucap Antil, kau terlalu asik dalam pikiran, semua kau enyahkan termasuk hawa manusiamu yang hilang. Prilakumu semakin menakutkan, kau acuh atas segala keadaan saudara-saudaramu sesama manusia, selera makanmu yang tak wajar, ditambah baju yang kau kenakan menunjukkan hasrat ingin berkuasa, saat kau memandang penguasaan atas tubuh ingin kau paksakan.

Danyep termenung dengan apa yang dikatakan Antil barusan, ia merasa suwung tanpa ada selain dirinya, bahkan ia tidak pernah merasa kan perihnya senyatan kata-kata. Kenapa kini ada suara yang menegurnya begitu bising, membuat kesendiriannya terusik oleh hadirnya sesosok yang mengaku perempuan. Mungkinkah itu adalah malaikat yang beralih tubuh, atau jangan-jangan yang bernama Antil tersebut adalah bagian dari tubuhku yang protes atas pilihan jalan yang berbeda.


*Penulis adalah Dewan Penasehat Pelita Perdamaian,  Dosen Studi Lapangan Perbandingan Agama Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, dan Alumni Youth Interfaith Camp (YIC) 2013.

 

 

 

 

Comments Closed

Comments are closed. You will not be able to post a comment in this post.