Agenda Ramadhan Pelita: Puasa dan Persahabatan di GKPB Kuningan

Agenda Ramadhan Pelita: Puasa dan Persahabatan di GKPB Kuningan

Hujan turun begitu deras, saat itu arah jam menujukkan pukul 15.30. Di Kuningan, Jawa Barat, hujan hari ini tidak seperti hari-hari sebelumnya. Angin kencang cukup mengiringi. Di tempat yang sama, Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB) masih mempersiapkan sebuah forum pertemuan, yang pada hari ini, 14 Juni 2016, berlangsung “Buka Puasa Bersama”.

Pelita Perdamaian mengagendakan “Bukber” itu sebagai langkah penguatan komunikasi dan silaturahmi jaringan, yang terdapat di empat kota: Cirebon, Indramayu, Majalengka, termasuk Kuningan. Momentum puasa Ramadhan dalam hal ini merupakan tali-temali agar langkah tersebut mampu dilakukan secara maksimal.

Dengan framming tema “Puasa dan Persahabatan”, pada sesi awal kegiatan ini dimulai, perwakilan dari Komunitas Relijius Cigugur, merefleksikan bahwasanya puasa sebagaimana diperintahkan oleh semua agama, mengajarkan relasi manusia dengan Sang Pencipta yang begitu intim.

“Bagi kami (red: komunitas relijius) puasa adalah pesan kemanusiaan,”Tuturnya.

Diskusi seputar puasa itu diselingi dengan pemaparan seputar GKPB Kuningan. Ibu Pendeta Rustida, dalam kaitannya dengan aktivitas jemaat di gereja menandaskan bahwa, pihaknya masih terus berjuang untuk mendapat Izin Pembangunan Gereja (IMB) dari pemerintah daerah Kuningan. Pasalnya, hal itu masih terkatung-katung prosesnya.

***

Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB) Kuningan merupakan denominasi dari GKPB Masa Depan Cerah yang berlokasi di Jakarta, akan tetapi secara administratif masuk dalam GKPB Fajar Keagungan Cirebon. Sejak berdirinya pada kurun waktu 5 tahun ke belakang, perizinan bangunan gereja tersendat, pemerintah daerah setempat belum mengeluarkan surat resmi, dikarenakan kurangnya izin lingkungan yang diatur dalam IMB, harus memenuhi syarat tanda tangan sekurang-lebihnya 60-90 orang warga.

Lokasi bangunan gereja sendiri terletak di Jalan Ahmad Yani Kelurahan Cipicung Kuningan itu kondisi jemaatnya 30 orang.

“Ada penyusutan dari jumlah 80 orang sampai 30 orang,” cerita Ibu Rustida kepada seluruh tamu undangan yang memadati ruangan. “Hal itu dikarenakan jemaat, mungkin sudah berpindah ke gereja lain, karena gereja kami (GKPB Kuningan) belum kunjung mendapat kepastian dari pemerintah,” pungkasnya.

Dalam urusan pelayanan dan ibadah, mereka sering berpindah-pindah, dari satu tempat ke tempat lain. “Kadang menyewa di hotel, kadang pula di tempat jemaatnya, bahkan pernah beberapa kali di alun-alun.”

Ibu Pendeta Rustida beserta kawan-kawan yang terlibat advokasi di dalamnya sudah berupaya, dari mediasi RT sampai ke Kecamatan. Hasilnya, tinggal menunggu, sekali lagi, kebijakan pemerintah daerah Kuningan.

Menanggapi hal itu, persoalan izin gereja yang tidak kunjung turun bukan karena pemerintahnya saja yang kurang tanggap dalam pelayanan, tetapi warga setempat juga belum bisa menerima adanya pendirian Gereja GKPB Kuningan ini. Tapi kondisinya sekarang sudah mulai berkembang lebih baik, warga setempat perlahan menerima.

13432290_789359174498973_6738763855780878572_n

suasana saat diskusi berlangsung, GKPB Kuningan

“Dalam tatanan pemerintah juga masih belum jelas menangani IMB untuk Gereja GKPB ini,  waktu saya konfirmasi pemerintah terkesan saling lempar melayani IMB dari GKPB, selain itu warga setempat  juga belum bisa menerima perihal pendirian Gereja GKPB kuningan, ini terkait kondisi sosial dan politik di Kuningan sendiri,” tutur Pendeta Yayan asal GKP Kuningan, yang juga menjabat sebagai Badan Musyawarah antar Gereja (BAMAG) Kuningan.

Hal senada juga disampaikan oleh perwakilan dari Ahmadiyah Manislor. Persoalan memperjuang hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang sudah diamanatkan oleh konstitusi itu patut menjadi perhatian dan kepedulian bersama. Nasiruddin Ahmadi menceritakan tentang kehidupan Jemaat Ahmadiyah yang berada di NTB.

“Persekusi sampai pengusiran sudah menjadi hal biasa hidup di tempat pengungsian selama puluhan tahun, dengan berbagai kekurangan sandang, papan dan pangan. Bertahan hidup ditempat yang tidak layak huni, perasaan cemas terus menghantui, beribadah tidak tenang, khawatir akan ada hal yang tidak diinginkan. Pemerintah setempat belum bisa menyelesaikan masalah tersebut.”

Dalam kesempatan ini, pelita perdamaian mencoba sharing dan berbagi pengalaman satu sama lainnya, di koordinatori oleh Jihan, Syauqul Maky dan Reno bukber yang semula dikuotakan 20 orang, membludak sampai 86 orang dari berbagai komunitas diantaranya: Jemaat GKPB, JAI Manis Lor, PMII Kuningan, Gempur, Komunitas Gusdurian Kuningan, Lakpesdam NU,  Bamag (Badan Musyawara antar Desa), GKP Kuningan, Komunitas Religius Ci Gugur, OMK Ci Gugur, Makar (Media Komunikasi Kampung Malar), dan Sobat KBB NTT.

 “Senandung Shalawat Ahmadiyah” dilantunkan oleh anak-anak JAI, mengahiri kegiatan bukber di Kota Kuda tersebut. Melihat antusias para audiens yang begitu ramai, kegiatan ini berjalan dengan meriah tanpa halangan sampai selesai dilanjutkan dengan makan bersama.

Reportase oleh: Ahmad Hadid

Editor: Sandriyanie

 

Comments Closed

Comments are closed. You will not be able to post a comment in this post.